Daniel S. Lev Law Library
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Daniel S. Lev Law Library by Author "Muhammad Faiz Aziz"
Now showing 1 - 10 of 10
Results Per Page
Sort Options
- ItemDigitalisasi dan Akses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2020) Muhammad Faiz Aziz; Estu Dyah Arifianti; Antoni Putra; Eryanto NugrohoIndonesia dengan penduduk 270 juta jiwa (BPS, 2020) merupakan pangsa pasar potensial dalam transaksi ekonomi secara daring (e-commerce). Jumlah transaksi perniagaan secara daring pada 2020 mencapai Rp266,3 triliun di mana terdapat peningkatan sebesar 29,6% dari 2019 (Katadata, 2020). Perniagaan daring ini mayoritas menggunakan uang elektronik dalam transaksinya. Data tersebut pun hanya mencakup data e-commerce, belum mencakup nilai transaksi lainnya seperti pinjaman online. Namun, status literasi digital Indonesia yang masih rendah (Katadata-Kominfo, 2020) dan masih tersendatnya kebijakan untuk merespons dinamika pasar membuat penyelesaian sengketa perniagaan melalui online dispute resolution (ODR) belum menemukan formula penyelesaian yang mumpuni. Membebankan semua sengketa ke lembaga peradilan juga bukanlah pilihan mengingat perkara perdata melalui e-court pada 2019 sebelum pandemi saja bisa mencapai hampir 48 ribu kasus (Laporan Tahunan Mahmahah Agung, 2020). Di tingkat kebijakan, pengaturan mengenai ODR terdapat dalam sejumlah regulasi di antaranya seperti Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE); UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 31/POJK.07/2020 Tentang Penyelenggaraan Layanan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Belum adanya agenda regulasi ini menunjukkan sinyal ketertinggalan kerangka hukum ODR, sehingga membutuhkan kehadiran para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk berada pada halaman yang sama demi efektivitas kebijakan kelak.
- ItemDigitalisasi dan Akses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2021-06) Muhammad Faiz Aziz; Antoni Putra; Estu Dyah Arifianti; Eryanto NugrohoIndonesia dengan penduduk 270 juta jiwa (BPS, 2020) merupakan pangsa pasar potensial dalam transaksi ekonomi secara daring (e-commerce). Jumlah transaksi perniagaan secara daring pada 2020 mencapai Rp266,3 triliun di mana terdapat peningkatan sebesar 29,6% dari 2019 (Katadata, 2020). Perniagaan daring ini mayoritas menggunakan uang elektronik dalam transaksinya. Data tersebut pun hanya mencakup data e-commerce, belum mencakup nilai transaksi lainnya seperti pinjaman online. Namun, status literasi digital Indonesia yang masih rendah (Katadata-Kominfo, 2020) dan masih tersendatnya kebijakan untuk merespons dinamika pasar membuat penyelesaian sengketa perniagaan melalui online dispute resolution (ODR) belum menemukan formula penyelesaian yang mumpuni. Membebankan semua sengketa ke lembaga peradilan juga bukanlah pilihan mengingat perkara perdata melalui e-court pada 2019 sebelum pandemi saja bisa mencapai hampir 48 ribu kasus (Laporan Tahunan Mahmahah Agung, 2020). Di tingkat kebijakan, pengaturan mengenai ODR terdapat dalam sejumlah regulasi di antaranya seperti Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE); UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 31/POJK.07/2020 Tentang Penyelenggaraan Layanan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Belum adanya agenda regulasi ini menunjukkan sinyal ketertinggalan kerangka hukum ODR, sehingga membutuhkan kehadiran para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk berada pada halaman yang sama demi efektivitas kebijakan kelak. Studi Digitalisasi Akses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia yang disusun oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) atas dukungan program ASEAN - Jerman Consumer Protection in ASEAN (PROTECT) merupakan sebuah upaya untuk membuka jalan bagi terbitnya diskusi antarpemangku kepentingan untuk arah regulasi ODR ke depan. Terdapat berbagai hal seperti skema kelembagaan, tata kelola, penegakan hukum hingga perbandingan dengan negara lain yang merupakan pertanyaan penting untuk menentukan arah kebijakan ODR yang coba dianalisis oleh tim penulis dalam studi ini. Bertemunya hak pencari keadilan dalam skema ODR, baik yang mewakili konsumen maupun produsen, membutuhkan kerangka kebijakan yang sistematis, terukur dan berbasis bukti; apalagi mengingat batas-batas negara dalam ODR nyaris seperti tidak terlihat. --
- ItemFondasi Tahun Politik: Catatan Kinerja DPR 2012(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2013) Rachmad Maulana Firmansyah; Eryanto Nugroho; Fajri Nursyamsi; Giri Ahmad Taufik; Miftah Farid Hanggawan; Miko Susanto Ginting; Muhammad Faiz Aziz; M. Nur Sholikin; Rizky Argama; Ronald Rofiandri; Siti Maryam Rodja; Amalia Puri HandayaniPusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) secara konsisten menyajikan hasil evaluasi kinerja para wakil rakyat setiap tahun kepada publik. Sejak 2002 PSHK sudah mengkaji kinerja legislasi DPR, sementara itu pada 2003 hasil kajian itu untuk pertama kali diluncurkan. Pengalaman selama satu dekade mengawal proses legislasi di DPR membuat PSHK mengetahui seluk-beluk proses legislasi dan tantangan yang harus dihadapi. Catatan PSHK terhadap kinerja legislasi kali ini diawali dengan membahas capaian kuantitas Prolegnas DPR pada tahun 2012. Capaian kuantitas itu dipaparkan dalam beberapa klasifikasi. Selain itu juga terdapat perbandingan capaian dan target prolegnas selama 3 (tiga tahun) yaitu 2010, 2011, 2012. Capaian kuantitas Prolegnas tahun 2012 kembali menunjukan kegagalan mencapai target yang sudah ditetapkan oleh DPR. Hal itu kembali menunjukan urgensi pembenahan perencanaan legislasi. Selanjutnya, bab kedua membahas mengenai kelembagaan internal DPR dalam kaitannya dengan peraturan internal DPR yang lahir pada 2012. Sepanjang 2012, DPR telah menghasilkan 3 (tiga) peraturan yang merupakan mandat dari UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Keberadaan peraturan internal itu patut diapresiasi namun terobosan yang usung melalui aturan itu harus berhadapan dengan keadaan yang cukup kompleks pada praktiknya. Selain itu juga dibahas mengenai evaluasi laporan kinerja yang masih perlu didorong untuk dilaksanakan oleh seluruh fraksi di DPR. Dinamika relasi antarlembaga selalu menarik untuk diamati dan dianalisis. Setiap tahun PSHK pun selalu melakukan analisis terkait relasi antarlembaga. Pada bab ketiga buku ini mengulas dinamika hubungan DPR sebagai lembaga legislatif dengan lembaga-lembaga pemegang di ranah eksekutif dan dan yudikatif. Salah satu yang cukup menarik untuk dianalisis adalah dinamika relasi DPR dengan Mahkamah Agung pada 2012. PSHK juga menyoroti proses seleksi pejabat publik di DPR. Pada bab keempat, pembaca disuguhkan daftar lengkap seleksi pejabat publik yang berlangsung di DPR selama 2012. DPR melakukan sepuluh kali seleksi pejabat, sedangkan DPR hanya melakukan tujuh kali seleksi pada 2011. Terdapat beberapa hal yang dapat disoroti terkait pelaksanaan seleksi pejabat public atau biasa dikenal dengan istilah Uji Kepatutan dan Kelayakan (fit and proper test) di DPR. Salah satunya adalah mekanisme seleksi pejabat publik yang dinilai masih perlu pembenahan. Pada bab kelima mengupas mengenai politik legislasi. Pembahasan pada bab itu dibuka dengan memaparkan kerangka analisis yang digunakan PSHK. Ada dua kategori besar penilaian yang digunakan, yaitu substansi dan proses. Soal substansi dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu materi muatan serta struktur pengaturan dan kalimat perundang-undangan. Sedangkan dalam hal proses, ada dua hal yang dinilai, yaitu partisipasi publik dan perdebatan. Kemudian pada bagian selanjutnya disuguhkan kajian 10 (sepuluh) undang-undang yang dianalisis oleh PSHK berdasarkan kerangka analisis yang sudah ditentukan. Pada akhir bab, dipaparkan dengan jelas politik legislasi dan dinamikanya di 2012.
- ItemKerangka Hukum Disabilitas di Indonesia: Menuju Indonesia Ramah Disabilitas(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2015) Fajri Nursyamsi; Estu Dyah Arifianti; Muhammad Faiz AzizUndang-Undang tentang Penyandang Cacat tahun 1997 sudah harus direvisi. Pasca keluarnya Convention on the Right of Persons with Disabilities (CRPD) tahun 2006, wacana tentang perubahan pendekatan dari charity based menuju human right based, semakin menguat di Indonesia. Sejak tahun 2012, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) aktif melakukan riset dan advokasi dalam isu disabilitas. Bersama-sama dengan berbagai organisasi lain, kami memandang bahwa perubahan undang-undang tidak hanya penting untuk mendorong pendekatan baru, tapi juga sebagai upaya untuk mewujudkan lingkungan yang mendukung bagi penyandang disabilitas untuk dapat hidup mandiri dan inklusif di tengah masyarakat. PSHK berharap agar buku ini bisa menjadi bagian dari upaya bersama itu. Buku ini berusaha memberikan gambaran awal dalam memahami aspek hukum terkait isu disabilitas di Indonesia.
- ItemKertas Advocacy Kebijakan atas Draf RUU Cipta Kerja Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2022) Estu Dyah Arifianti; Gita Putri Damayana; Rizky Argama; Muhammad Faiz AzizMelalui Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja), pemerintah Indonesia mengklaim akan melakukan pembenahan pengaturan tentang UMKM untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pada 4 Juni 2020, Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama perwakilan pemerintah dan perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah membahas Daftar inventarisasi Masalah (DIM), termasuk yang berkaitan dengan klaster UMKM dalam RUU Cipta Kerja, khususnya mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan UMKM.
- ItemKertas Advokasi Kebijakan atas UU no. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bidang Kelautan dan Perikanan(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2022) Agil Oktaryal; Gita Putri Damayana; Muhammad Faiz Aziz; Rizky ArgamaMelalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), pemerintah mengklaim akan mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan menyelesaikan masalah dalam sektor kelautan dan perikanan. Namun, menurut Koalisi NGO untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL), arah kebijakan tata kelola kelautan dan perikanan Indonesia yang dirumuskan dan ditempuh oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) pada periode 2019-2024 justru berpotensi menimbulkan krisis ekologi, termasuk kerusakan ekosistem laut, dan ketidakadilan sosial. Percepatan investasi yang menjadi tujuan UU Cipta Kerja dikhawatirkan akan mengabaikan aspek pelindungan daya dukung ekosistem serta kepentingan kelompok masyarakat marjinal di sektor kelautan dan perikanan.
- ItemKertas Advokasi Kebijakan atas UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bidang Sumber Daya Alam(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2022) Antoni Putra; Gita Putri Damayana; Muhammad Faiz Aziz; Rizky ArgamaHarapan pemerintah, UU Cipta Kerja dapat menjadi alat transformasi ekonomi untuk menghindari middle income trap dalam rangka menuju Indonesia Emas sebelum tahun 2045. serta menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi kelima di dunia. Sayangnya, niat baik tersebut tidak tercermin di proses pembentukan dan substansi dalam UU Cipta Kerja. Minimnya partisipasi publik dalam proses pembentukan menjadi salah satu sektor yang mendapat kritik dalam pembentukan. Dari segi substansi, UU Cipta Kerja juga dinilai tidak ramah lingkungan hidup dan mengancam masyarakat marjinal. Berbagai kelonggaran persyaratan lingkungan hidup bagi pelaku usaha dalam UU Cipta Kerja berpotensi menimbulkan efek samping. Misalnya pencemaran lingkungan yang mengancam keselamatan bagi generasi mendatang, seperti tidak terpenuhinya hak atas lingkungan hidup yang baik dan hak untuk mendapat tempat tinggal yang aman. UU Cipta Kerja mengubah metode perizinan usaha dari yang awalnya berbasis izin lingkungan menjadi berbasis risiko dan skala usaha. Untuk bisnis berisiko rendah, perizinan usaha hanya disyaratkan melalui penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB). Bisnis berisiko menengah izinnya ditambah dengan pemenuhan sertifikat standar. Sedangkan yang berisiko tinggi membutuhkan persetujuan dari pemerintah pusat untuk memulai usaha.
- ItemMewujudkan Perseroan Terbatas (PT) Perseorangan Bagi Usaha Mikro Kecil (UMK) Melalui Rancangan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja(Jurnal Rechtsvinding, Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2020-04-15) Muhammad Faiz AzizPemerintah membentuk RUU tentang Cipta Kerja yang bertujuan untuk memudahkan iklim berusaha di Indonesia. RUU ini masuk dalam daftar prioritas Prolegnas Tahun 2020 dan diharapkan dapat meningkatkan peringkat kemudahan berusaha (Erase of Doing Business) Indonesia di dunia khususnya terkait indikator memulai usaha (starting a business) yang tertinggal dari negara tetangga dan menjadi peringkat kelima di tingkat ASEAN. Untuk itu, Pemerintah menciptakan terobosan agar setiap orang dapat dengan mudah memulai usaha khususnya bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Sejumlah klaster RUU sudah disusun dan salah satu dari sub klaster tersebut adalah terkait dengan pembentukan badan usaha. Dalam rangka mewujudkan kemudahan berusaha tadi, terdapat kebutuhan untuk membentuk satu jenis bada usaha baru khususnya bagi UMK berupa Perseroan Terbatas (PT) yang didirkan oleh satu orang, PT perseorangan diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi pelaku UMK dalam membentuk perusahaan dengan persyaratan dan permodalan minimun. Dengan menggunakan metode yuridis normatif. Artikel ini membahas konsep PT perseorangan dengan membandingkan pengaturan dengan negara lain, di antaranya adalah negara-negara Uni Eropa, United Kingdom, Malaysia, dan Singapura, sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi Indonesia apabila hendak mewujudkan hal tersebut. Dari hasil kajian dibutuhkan pengaturan yang tepat dan komprehensif dalam rangka mewujudkan PT bagi UMK dalam rangka mendukung kemudahan berusaha di Indonesia.
- ItemPedoman Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pemulihan Aset di Pasar Modal(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2018) M. Nur Sholikin; Eryanto Nugroho; Muhammad Faiz Aziz; Antoni Putra; Miko Susanto GintingBerdasarkan National Risk Assesment Tahun 2015 yang dikeluarkan PPATK, sektor pasar modal merupakan salah satu area yang sangat berisiko untuk digunakan sebagai media pencucian uang. Sementara menurut Sectoral Risk Assesment Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), efek yang bersifat ekuitas seperti saham merupakan produk dengan risiko tertinggi untuk digunakan dalam pencucian uang.
- ItemPolicy Advocacy Paper on Law No. 11 year 2020 on Job Creation in the Employment Sector(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2021) Estu Dyah Arifianti; Nabila; Gita Putri Damayana; Fajri Nursyamsi; Muhammad Faiz AzizThe problem of the increasing number of unemployed has prompted the government to overcome the problem by forming Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation (Job Creation Law). According to Minister / Head of the National Planning and Development Agency (Bappenas) Suharso Monoarfa, currently the number of unemployed people in Indonesia has increased by around 3.7 million people due to the COVID-19 pandemic. With this addition, the potential number of unemployed people in Indonesia could be 10.58 million people. The problem of the increasing number of unemployed people has prompted the government to overcome the problem by forming Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation (Job Creation Law). According to Minister / Head of the National Planning and Development Agency (Bappenas) Suharso Monoarfa, currently the number of unemployed people in Indonesia has increased by around 3.7 million people due to the COVID-19 pandemic.