Jentera Jurnal Hukumhttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/182024-03-29T06:41:49Z2024-03-29T06:41:49Z141Hukum dan Pemaknaannya Menurut Pengalaman Kebahasaan Para Penggunanya: Sebuah Pengantar ke Arah 'Kajian Hukum dengan Pendekatan Semiotik'Soetandyo Wignjosoebrotohttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/322023-10-31T03:01:15Z2002-01-01T00:00:00Zdc.title: Hukum dan Pemaknaannya Menurut Pengalaman Kebahasaan Para Penggunanya: Sebuah Pengantar ke Arah 'Kajian Hukum dengan Pendekatan Semiotik'
dc.contributor.author: Soetandyo Wignjosoebroto
dc.description.abstract: Analisis dari perspektif semiotik merupakan salah satu contoh realisme dalam pemikiran dan analisis hukum, baik pada tataran paradigmatik-teoritik maupun pada tataran produk legislatif dan kasus-kasus di sidang-sidang pengadilan. Analisis-analisis semiotik diprakarsai oleh para realis yang memulai aktivitasnya dalam bentuk gerakan-gerakan sosial politik pembaharuan tatanan sosial dan hukum. Kemudian para realis juga melakukan gerakan yang bersifat akademik dengan melakukan dekonstruksi-rekonstruksi paham dan teori dalam percaturan ilmu hukum. Di Indonesia, sekali pun seruan untuk melakukan reformasi hukum amat kuat dan terlalu sering dikumandangkan, tetapi hasil akhirnya tetap tak terlihat. Sebab upaya perubahan hukum hanya berlangsung sebatas pada norma perundang-undangan positif belaka. Pembaharuan tidak pernah menukik pada upaya dekonstruksi dan rekonstruksi seluruh sistem hukum nasional berdasarkan paradigma-paradigma baru yang nonpositivistik dan nondoktrinal. Pembaharuan hukum yang dikerjakan atas dasar doktrin klasik kaum positivis, pada dasarnya juga beraliran liberal, dimana lebih mengacu pada kepastian hukum undang-undang ketimbang memanfaatkan segala amar putusan hukum untuk kemaslahatan umum. Pembaharuan macam ini tidak akan berhasil mentrasnformasikan konfigurasi dan fungsi hukum yang baru sebagai suatu pranata yang fasilitatif bagi kemaslahatan massa awam.
2002-01-01T00:00:00ZJentera Jurnal Hukum Advokat Edisi 19 Tahun V April-Juni 2009Mardjono ReksodiputroAmir SyamsuddinFrans Hendra WinartaAbdul Razak AsriAgus SardjonoAsfinawatiHerni Sri NurbayantiAndhy MartuarajaImam Nasimahttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/1632023-12-15T03:00:47Z2009-04-04T00:00:00Zdc.title: Jentera Jurnal Hukum Advokat Edisi 19 Tahun V April-Juni 2009
dc.contributor.author: Mardjono Reksodiputro; Amir Syamsuddin; Frans Hendra Winarta; Abdul Razak Asri; Agus Sardjono; Asfinawati; Herni Sri Nurbayanti; Andhy Martuaraja; Imam Nasima
dc.description.abstract: Advokat, salah satu pilar penegak hukum, tengah mendapat sorotan luas, khususnya di Indonesia. Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang mengklaim dirinya sebagai organ tunggal profesi advokat diguncang legitimasi keberadaannya. Sejumlah advokat membuat organisasi tandingan bernama Kongres Advokat Indonesia (KAI). Ada banyak isu yang menjadi pemicu konflik antar advokat ini.
Terkait dengan pengaturan organisasi, sebagian pihak berpandangan bahwa advokat tidak perlu diatur melalui undang-undang. Pandangan ini bertolak dari argumen yang menyatakan bahwa di antara penegak hukum, advokat digolongkan sebagai unsur swasta. Advokat, dalam perspektif ini, perlu dibiarkan tumbuh dan berkembang alamiah tanpa ada pengaturan. Yang menjadi alasan utama pandangan ini adalah rasa traumatik atas perlakuan negara terhadap advokat semasa kekuasaan Soeharto. Sehingga, pengaturan advokat bakal membuka peluang intervensi penguasa terhadap profesi mulia ini.
2009-04-04T00:00:00ZJentera Jurnal Hukum Aturan Main Politik Edisi 16 Tahun IV April-Juni 2007T.A LegowoAntonio PradjastoEryanto NugrohoDiman K. SimanjuntakPermadiHerni Sri NurbayantiVeronicaAbdul RahmanHendriantoSupriyadi Widodo EddyonoEddy O.S. Hiariejhttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/1642023-12-15T03:00:34Z2007-04-04T00:00:00Zdc.title: Jentera Jurnal Hukum Aturan Main Politik Edisi 16 Tahun IV April-Juni 2007
dc.contributor.author: T.A Legowo; Antonio Pradjasto; Eryanto Nugroho; Diman K. Simanjuntak; Permadi; Herni Sri Nurbayanti; Veronica; Abdul Rahman; Hendrianto; Supriyadi Widodo Eddyono; Eddy O.S. Hiariej
2007-04-04T00:00:00ZJentera Jurnal Hukum Bahasa Hukum Edisi 1 2002Soetandyo WignyosoebrotoAnom Surya PutraRizal MutansyirGregory ChurchillKurniawanB. Arief SidhartaMarsillam SimanjuntakIrma HidayanaAgus Priyantohttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/1662023-12-19T03:00:51Z2002-01-01T00:00:00Zdc.title: Jentera Jurnal Hukum Bahasa Hukum Edisi 1 2002
dc.contributor.author: Soetandyo Wignyosoebroto; Anom Surya Putra; Rizal Mutansyir; Gregory Churchill; Kurniawan; B. Arief Sidharta; Marsillam Simanjuntak; Irma Hidayana; Agus Priyanto
dc.description.abstract: Edisi perdana Jentera ditujukan untuk menyediakan media bagi penelitian, penulisan dan pertukaran ide hukum. Jurnal Jentera ingin memberi substansi dalam pembahasan solusi yang terukur, rasional, ilmiah tapi tidak teoritis.
Edisi ini mengangkat tema mengenai bahasa yang merupakan salah satu sarana utama penegakan hukum dan kepastian hukum. Jika ditelisik, sebenarnya kritik yang berkembang atas hukum dan penegakannya berhubungan erat dengan bahasa. Misalnya penggunaan bahasa yang rumit, kalimat yang panjang, struktur gramatikal yang buruk, dan terminologi yang tidak ketat. Akibatnya ketentuan hukum sulit dimengerti masyarakat, bahkan oleh penegak hukum. Kritik lainnya berkenaan dengan penyusunan (drafting) ketentuan hukum yang ditengarai sebagai penyebab timbulnya multitafsir atas ketentuan hukum.
2002-01-01T00:00:00ZJentera Jurnal Hukum Lingkungan Edisi 18 Tahun IV Januari - Juni 2008Adriaan BednerMaharani Siti ShopiaGunawanDian AbrahamGiri Ahmad TaufikBernadinus SteniE. Fernando M. Manullanghttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/1672023-12-19T03:01:04Z2008-01-02T00:00:00Zdc.title: Jentera Jurnal Hukum Lingkungan Edisi 18 Tahun IV Januari - Juni 2008
dc.contributor.author: Adriaan Bedner; Maharani Siti Shopia; Gunawan; Dian Abraham; Giri Ahmad Taufik; Bernadinus Steni; E. Fernando M. Manullang
dc.description.abstract: Di Indonesia, pengelolaan lingkungan tampaknya menjadi bagian dari tarik-ulur kewenangan antara pusat dan daerah. Desentralisasi politik yang terjadi sepuluh tahun terakhir tidak serta-merta berimplikasi pada desentralisasi di sektor lingkungan, desentralisasi bukanlah subyek yang dominan dalam UU nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Banyak ketentuan yang masih menguatkan peran pemerintah pusat terhadap pengelolaan lingkungan di daerah.
Artikel berikutnya, mengulas sejumlah kelemahan aturan sektor lingkungan. Jumlah aturan sektor ini banyak sekali, dan hal ini menimbulkan sejumlah konsekuensi yuridis seperti tumpang-tindih dan disharmoni. Terjadi juga pelanggaran atau eksploitasi alam oleh korporasi, dan isu lingkungan lainnya seperti krisis energi dan kecelakaan radioaktif yang dapat terjadi pada PLTN.
2008-01-02T00:00:00ZJentera Jurnal Hukum Membaca Daniel S. Lev Edisi KhususRobertus RobetPatra M. ZenBambang Widodo UmarMaria HartiningsihIndriaswati Dyah SaptaningrumSurya TjandraAugust MellazPipit R. Kartawidjajahttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/1652023-12-19T03:00:33Z2008-01-01T00:00:00Zdc.title: Jentera Jurnal Hukum Membaca Daniel S. Lev Edisi Khusus
dc.contributor.author: Robertus Robet; Patra M. Zen; Bambang Widodo Umar; Maria Hartiningsih; Indriaswati Dyah Saptaningrum; Surya Tjandra; August Mellaz; Pipit R. Kartawidjaja
dc.description.abstract: Jentera edisi khusus ini merupakan penghormatan kepada almarhum Daniel S. Lev, Indonesianis yang sangat tajam menganalisis politik maupun sejarah hukum di Indonesia. Pak Dan meninggal karena kanker pada 29 Juli 2006 di Seattle, Amerika Serikat. Untuk mengenang kepergian Pak Dan, diadakan simposium yang mengulas beberapa pemikiran beliau.
Edisi ini dibuka dengan cerita Arlene Lev, istri Pak Dan yang narasinya ditulis oleh Herni S. Nurbayanti.
2008-01-01T00:00:00ZJentera Jurnal Hukum Peraturan Daerah Edisi 14 Tahun IV Oktober - Desember 2006Syarif HidayatP. Agung PambudhiRivandra RoyonoRatno LukitoAnna Christina SinagaDewi S. TjakrawinataBernadinus Stenihttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/1722024-01-10T03:00:27Z2006-10-10T00:00:00Zdc.title: Jentera Jurnal Hukum Peraturan Daerah Edisi 14 Tahun IV Oktober - Desember 2006
dc.contributor.author: Syarif Hidayat; P. Agung Pambudhi; Rivandra Royono; Ratno Lukito; Anna Christina Sinaga; Dewi S. Tjakrawinata; Bernadinus Steni
dc.description.abstract: Peraturan daerah merupakan jenis aturan dalam hierarki peraturan perundang-undangan kita yang jumlahnya luar biasa dahsyat. Banyak sekali. Departemen dalam negeri sekali pun, saya kira, tidak dapat menentukan secara pasti berapa jumlah peraturan daerah ini sampai sekarang. Maklum semenjak masa desentralisasi awal 2000 lalu, jenis peraturan inilah yang makin mendominasi munculnya aturan di masyarakat daerah.
Syarif Hidayat, peneliti pada Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menguraikan dengan sangat menarik soal desentralisasi ini. Lewat tulisannya di awal edisi ini, Syarif Hidayat mengemukakan adanya dua cara pandang berbeda antara kelompok positivis dan relativis dalam melihat desentralisasi.
2006-10-10T00:00:00ZJentera Jurnal Hukum Perempuan dan Hukum Edisi 22 Tahun VI Januari - April 2012Agus PratiwiPramudya A. OktavinandaHilda SuhermanM. Farid HanggawaAdil SurowidjojoFajri Nursyamsihttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/1712024-01-10T03:00:38Z2012-01-01T00:00:00Zdc.title: Jentera Jurnal Hukum Perempuan dan Hukum Edisi 22 Tahun VI Januari - April 2012
dc.contributor.author: Agus Pratiwi; Pramudya A. Oktavinanda; Hilda Suherman; M. Farid Hanggawa; Adil Surowidjojo; Fajri Nursyamsi
dc.description.abstract: Kesetaraan dan keadilan gender menuntut perubahan sistem dan struktur patriarki yang tercemin di pemerintahan, parlemen, dan penegak hukum. Berbicara tentang hukum, masih banyak orang yang menganggap bahwa hukum harus bersikap netral untuk memberikan keadilan dalam masyarakat. Akan tetapi, justru hal itu ditentang oleh kaum feminis. Netralitas hukum justru tidak menyentuh pengalaman perempuan secara keseluruhan. Identitas perempuan justru dianggap homogen. Donny Danardono menegaskan sekali lagi bahwa "musuh" baru perempuan adalah melakukan homogenisasi terhadap pengalaman dan identitas individual perempuan (Irianto,2006, 26)
Hukum merupakan aspek penting dalam kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Adanya hukum yang nondiskriminatif membuat perempuan terlindungi dan menjadi pertanda diakui sebagai warga negara.
Terkait hal tersebut, JENTERA edisi 22 ini membahas perempuan dan hukum.
2012-01-01T00:00:00ZJentera Jurnal Hukum Privatisasi Edisi 3 Tahun 2003Eko PrasetyoYanuar NugrohoRevrisond BaswirA. Patra M. ZenUli Parulian SihombingSri Mulyani IndrawatiAsep Saefullahhttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/1702024-01-10T03:01:00Z2003-01-01T00:00:00Zdc.title: Jentera Jurnal Hukum Privatisasi Edisi 3 Tahun 2003
dc.contributor.author: Eko Prasetyo; Yanuar Nugroho; Revrisond Baswir; A. Patra M. Zen; Uli Parulian Sihombing; Sri Mulyani Indrawati; Asep Saefullah
dc.description.abstract: Mengapa privatisasi? Bicara privatisasi bukan hanya bicara kontroversi seputar kasus-kasus yang mengemuka belakangan ini seperti kasus Indosat. Pelacakan justru mesti dilakukan sejak awal ide privatisasi muncul. Bagaimana ide ini lahir dari evolusi pemikiran soai negara dan ekonomi hingga menjadi salah satu trend dalam perbaikan ekonomi negara-negara dunia ketiga.
Kalau banyak terbitan lain mengupas privatisasi dari aspek hukum maupun politiknya, JENTERA edisi ketiga ini mengajak pembaca untuk
mencermati dampak privatisasi bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana masyarakat luas yang tidak punya akses ekonomi, politik, informasi, dan
pendidikan terkena dampak jangka panjang dari privatisasi. Tentunya tidak berhenti di situ. Neraca opini dicoba untuk diseimbangkan dengan memberikan warna soal dampak positif privatisasi bagi perekonomian Indonesia. Soalnya memang ideologis hingga hampir bisa dipastikan tidak akan ada jalan tengah, kecuali soal prosedural yang menyangkut kehati-hatian dalam memilih jalan menuju privatisasi.
2003-01-01T00:00:00ZJentera Jurnal Hukum Ruang dan Hukum Edisi 21 Tahun VI Januari - April 2011Antonius CahyadiStijn Cornelis van HuisHendro SangkoyoDian RositaYance ArizonaPrayekti Murharjantihttps://repository.jentera.ac.id/handle/123456789/1692024-01-10T03:00:49Z2011-01-01T00:00:00Zdc.title: Jentera Jurnal Hukum Ruang dan Hukum Edisi 21 Tahun VI Januari - April 2011
dc.contributor.author: Antonius Cahyadi; Stijn Cornelis van Huis; Hendro Sangkoyo; Dian Rosita; Yance Arizona; Prayekti Murharjanti
dc.description.abstract: Hukum selalu identik dengan keadilan. Sangat sulit membayangkan bahwa hukwn memiliki tafsir yang berbeda dari itu. Dalam masyarakat yang plural seperti Indonesia, keadilan menjadi sesuatu yang problematis karena akan memunculkan pertanyaan "keadilan yang mana" atau "keadilan menurut siapa". Teori komunikasi Jurgen Habermas kemudian memberikan pandangan bahwa hukum yang legitimate adalah yang melalui diskursus atau perdebatan di ruang publik.
Atas dasar itulah, Jentera kali ini hadir dengan tema hukum dan ruang. Ruang sering kali menjadi permasalah serius terkait keadilan. Dalam banyak kasus, ruang publik menjadi ruang yang diuasai oleh kaum mayoritas, sedangkan keadilan minoritas seolah menjadi tidak signifikan. Dengan demikian, keadilan acap kali patut dipertanyakan oleh kaum minoritas.
2011-01-01T00:00:00Z