Daniel S. Lev Law Library
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Daniel S. Lev Law Library by Title
Now showing 1 - 20 of 70
Results Per Page
Sort Options
- Item2 Tahun #Reformasidikorupsi dan Keruhnya Ekosistem Hukum Indonesia(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2021-09-30) Antoni Putra; Auditya Firza Saputra; Agil OktaryalTulisan ini mengulas serangkaian fenomena sebagai bahan refleksi dari implikasi langsung maupun tidak langsung dari aksi #ReformasiDikorupsi pada September 2019 silam. Tulisan ini disusun menggunakan studi pustaka, terutama lewat penelusuran media untuk membaca pola-pola yang terjadi. Temuan menunjukkan bahwa aksi penolakan berbagai RUU oleh mahasiswa dan masyarakat sipil pada akhir September tersebut memiliki jejak panjang bagi pemberantasan korupsi serta memburuknya ekosistem hukum Indonesia. Eksekutif, legislatif, dan yudikatif masing-masing memiliki kontribusinya bagi situasi yang terjadi kini. Pembiaran demi pembiaran pemangku kebijakan seperti melanggengkan berbagai praktik penyelenggaraan negara yang buruk dan hal ini tak hanya terjadi di pemerintah, tetapi juga di lembaga perwakilan dan lembaga peradilan. Konsolidasi masyarakat sipil untuk mencegah situasi bertambah buruk menjadi keharusan untuk mencegah eskalasi situasi.
- ItemAdvocacy Paper on Draft of the Omnibus Bill on Job Creation (RUU Cipta Kerja) for Micro, Small and Medium Enterprises(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2022)Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) play a critical role to sustain national economy. In many countries, such as Finland, France, Italy, South Korea and Australia, almost 100% entrepreneurs work in small and medium enterprises with more than 60% labor absorption. In Indonesia, over 64.2 million MSMEs are recorded to contribute 99.9% of the total entrepreneurs with labor absorption of 97%. Indonesiaās SME Sector is considered to be capable of surviving throughout unstable economic conditions. For instance, during the 1998 economic crisis, the growth of the manufacturing and service industry took a halt. In line with the stagnation of growth in these sectors, Loayza and Rigolini (2011) described the role of MSME from the informal sector as the āsafety networkā because workers who were affected by the termination of employment from the formal sector tend to shift to the informal sector.
- ItemBahan tentang DPR, DPD dan Proses Legislasi(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2016) Reny Rawasita Pasaribu; Eryanto NugrohoBerisi: Glosarium, Alat Kelengkapan DPR, Tentang Fraksi, Sidang dan Rapat di DPR, Bagaimana Undang-undang dibuat, Hak berpartisipasi dalam pembahasan RUU di DPR dan DPD, Hak Keuangan dan Administrasi Anggota DPR, Sejarah DPD, Alat kelengkapan DPD, Panitia Ad Hoc dan lingkup kerjanya, Sidang dan Rapat DPD.
- ItemBantuan Hukum masih Sulit Diakses: Hasil Pemantauan di Lima Provinsi Terkait Pelaksanaan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia , 2014) Chrisbiantoro; M. Nur Sholikin; Satrio WirataruSejak UU Bantuan Hukum disahkan oleh DPR RI, pada 4 Oktober 2011, beragam harapan mulai muncul demi terbangunnya sebuah sistem bantuan hukum yang dapat diakses oleh semua kelompok masyarakat, khususnya kalangan tidak mampu [miskin]. Namun dalam perjalanannya, sistem bantuan hukum baru dapat dijalankan pada kisaran Juli 2013, dengan diawali oleh proses verifikasi dan akreditasi terhadap 593 Organisasi Bantuan Hukum [OBH] yang mendaftar untuk mengakses dana bantuan hukum, kemudian proses itu meloloskan 310 OBH dengan beragam nilai akreditasi, yakni pada kisaran A sampai dengan C. Jumlah 310 tersebut akan berupah lagi, seiring rencana BPHN untuk melakukan verifikasi kembali terhadap OBH yang berada di daerah pelosok. Meski riset ini dilakukan di awal pelaksanaan UU Bantuan Hukum, namun ternyata cukup banyak kendala dan permasalahan, baik pada tataran administratif maupun subtantif. Pertama, adalah kendala verifikasi dan akreditasi, sebagai contoh aspek ini tidak menyentuh faktor integritas kelembagaan OBH. Kedua, kelembagaan dan regulasi, adanya sentralisasi peran yang dijalankan oleh Kementrian Hukum dan HAM melalui BPHN. Ketiga, pengawasan dan evaluasi, sejauh ini hanya menyentuh aspek administratif. Keempat, faktor kesiapan OBH, sejauh ini rata-rata OBH yang lolos verifikasi tidak memiliki persiapan ataupun agenda khusus untuk sosialisasi, dan penyesuaian dengan program bantuan hukum pemerintah. Kelima, adalah tingkat pemahaman terhadap UU Bantuan Hukum sangat rendah, secara khusus jajaran aparat penegak hukum [APH]; kepolisian, kejaksaan bahkan pengadilan, rata-rata tidak mengetahui UU Bantuan hukum, dengan dalih tidak ada sosialisasi, sehingga APH merasa tidak berkewajiban menjalankan UU tersebut. Keenam, sistem reimbursment menyulitkan bagi OBH, hal ini sangat berpengaruh bagi daya serap anggaran. Penelitian ini mendiagnosa ragam persoalan yang muncul di awal-awal pelaksanaan sistem bantuan hukum. Meski beberapa pihak, berpendapat penelitian ini terlampau dini, mengingat pelaksanaan UU Bantuan Hukum baru akan berjalan satu tahun, namun kami meyakini bahwa diagnosa persoalan yang dilakukan sejak awal, akan jauh lebih baik, ketimbang membiarkan masalah yang ada dibiarkan berlarut, yang pada akhirnya menggerogoti kualitas dan akuntabilitas sistem ini. Semangat dari penelitian ini adalah bukan untuk mencari kesalahan dan persoalan dari penerapan sistem bantuan hukum, namun lebih dari itu, penelitian ini merupakan bagian dari kontribusi kami, selaku masyarakat sipil untuk perbaikan sistem bantuan hukum. Di tengah beragam persoalan tersebut, penelitian ini menghadirkan alternatif penguatan bantuan hukum untuk para pencari keadilan, dengan format Criminal Defense Lawyer [CDL]. CDL adalah sebuah sistem yang coba dibangun oleh LBH Jakarta dan Makassar, untuk memperkuat akses bantuan hukum bagi perkara pidana. Sejauh ini, mengacu pada penelitian yang kami lakukan, mekanisme CDL cukup memberi kontribusi yang signifikan bagi pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu yang terjerat perkara pidana. Di Jakarta dan Makassar, sebelum dan setelah CDL, angka perbandingan penanganan kasus cukup signifikan perbedaannya, CDL menunjukan kecenderungan umum peningkatan volume kasus yang mampu ditangani. Selanjutnya, penelitian ini merekomendasikan agar mekanisme seperti CDL dapat dikembangkan bersama-sama antara OBH dan pemerintah, demi penguatan seluruh lini sistem bantuan hukum di Indonesia. --
- ItemBuku Saku Gugatan Sederhana(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2015) Mahkamah Agung Republik Indonesia; Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK); Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Pengadilan (LeIP)Buku saku yang sedang anda baca ini tidak dimaksudkan untuk memberikan suatu pendapat hukum atau dijadikan sebagai dasar hukum suatu perkara, melainkan sebagai bahan bacaan untuk membantu anda memahami tata cara penyelesaian gugatan sederhana.
- ItemCatatan Akhir Tahun 2018 Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2019) Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)Delapan program prioritas pembenahan hukum 2019: Penataan fungsi dan kelembagaan untuk perbaikan kualitas peraturan perundang-undangan; Perumusan ulang perencanaan peraturan perundang-undangan; Monitoring dan evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan; Penyelesaian RUU prioritas dan penting; Penegakan etik dan disiplin anggota parlemen di tahun politik; Penegakan hukum pelaksanaan pemilihan umum; Pengawalan pemilihan pimpinan KPK periode 2019-2023; Reformasi institusi penegak hukum.
- ItemCatatan Kinerja Legislasi DPR 2013 Capaian Menjelang Tahun Politik(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2014) Miko Susanto Ginting; Amalia Puri Handayani; Amira Waworuntu; Fajri NursyamsiBUKU INI MEMUAT POTRET KINERJA LEGISLASI DPR PADA TAHUN 2013. Sebagaimana kita semua mungkin sudah mafhum, tahun 2013 adalah tahun menjelang tahun politik. Ini adalah suatu periode menarik di babak-babak akhir masa jabatan para wakil rakyat. Ini adalah periode di mana wakil rakyat masih punya cukup waktu untuk fokus melaksanakan fungsinya sebelum disibukkan oleh berbagai agenda politik praktis untuk menjaga kursinya masing-masing. Tahun ini merupakan tahun ke-10 bagi kami di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) untuk menuliskan catatan tahunan kami mengenai kinerja legislasi DPR. Upaya ini akan terus kami lakukan dengan niat untuk terus berkontribusi bagi perbaikan lembaga perwakilan di Indonesia. Tentunya, seiring berjalannya waktu, kami juga akan terus berusaha memperbaiki berbagai kekurangan yang ada dalam catatan-catatan yang kami buat. Perlu kita akui bahwa sudah ada perbaikan di sana-sini, di antara setumpukan masalah legislasi yang terus saja berulang. Capaian perbaikan perlu kita lihat sebagai penambah semangat dan rujukan, sementara berbagai masalah yang ada perlu kita lihat sebagai peluang perbaikan. Tahun 2014 ini kita akan menyambut 560 anggota DPR periode 2014ā2019. Sekitar 60% wajah baru, dengan 40% penghuni lama. Pastinya masih ada banyak tantangan, tetapi peluang perbaikan bukanlah nihil.
- ItemDigitalisasi dan Akses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2020) Muhammad Faiz Aziz; Estu Dyah Arifianti; Antoni Putra; Eryanto NugrohoIndonesia dengan penduduk 270 juta jiwa (BPS, 2020) merupakan pangsa pasar potensial dalam transaksi ekonomi secara daring (e-commerce). Jumlah transaksi perniagaan secara daring pada 2020 mencapai Rp266,3 triliun di mana terdapat peningkatan sebesar 29,6% dari 2019 (Katadata, 2020). Perniagaan daring ini mayoritas menggunakan uang elektronik dalam transaksinya. Data tersebut pun hanya mencakup data e-commerce, belum mencakup nilai transaksi lainnya seperti pinjaman online. Namun, status literasi digital Indonesia yang masih rendah (Katadata-Kominfo, 2020) dan masih tersendatnya kebijakan untuk merespons dinamika pasar membuat penyelesaian sengketa perniagaan melalui online dispute resolution (ODR) belum menemukan formula penyelesaian yang mumpuni. Membebankan semua sengketa ke lembaga peradilan juga bukanlah pilihan mengingat perkara perdata melalui e-court pada 2019 sebelum pandemi saja bisa mencapai hampir 48 ribu kasus (Laporan Tahunan Mahmahah Agung, 2020). Di tingkat kebijakan, pengaturan mengenai ODR terdapat dalam sejumlah regulasi di antaranya seperti Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE); UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 31/POJK.07/2020 Tentang Penyelenggaraan Layanan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Belum adanya agenda regulasi ini menunjukkan sinyal ketertinggalan kerangka hukum ODR, sehingga membutuhkan kehadiran para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk berada pada halaman yang sama demi efektivitas kebijakan kelak.
- ItemDigitalisasi dan Akses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2021-06) Muhammad Faiz Aziz; Antoni Putra; Estu Dyah Arifianti; Eryanto NugrohoIndonesia dengan penduduk 270 juta jiwa (BPS, 2020) merupakan pangsa pasar potensial dalam transaksi ekonomi secara daring (e-commerce). Jumlah transaksi perniagaan secara daring pada 2020 mencapai Rp266,3 triliun di mana terdapat peningkatan sebesar 29,6% dari 2019 (Katadata, 2020). Perniagaan daring ini mayoritas menggunakan uang elektronik dalam transaksinya. Data tersebut pun hanya mencakup data e-commerce, belum mencakup nilai transaksi lainnya seperti pinjaman online. Namun, status literasi digital Indonesia yang masih rendah (Katadata-Kominfo, 2020) dan masih tersendatnya kebijakan untuk merespons dinamika pasar membuat penyelesaian sengketa perniagaan melalui online dispute resolution (ODR) belum menemukan formula penyelesaian yang mumpuni. Membebankan semua sengketa ke lembaga peradilan juga bukanlah pilihan mengingat perkara perdata melalui e-court pada 2019 sebelum pandemi saja bisa mencapai hampir 48 ribu kasus (Laporan Tahunan Mahmahah Agung, 2020). Di tingkat kebijakan, pengaturan mengenai ODR terdapat dalam sejumlah regulasi di antaranya seperti Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE); UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 31/POJK.07/2020 Tentang Penyelenggaraan Layanan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Belum adanya agenda regulasi ini menunjukkan sinyal ketertinggalan kerangka hukum ODR, sehingga membutuhkan kehadiran para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk berada pada halaman yang sama demi efektivitas kebijakan kelak. Studi Digitalisasi Akses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia yang disusun oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) atas dukungan program ASEAN - Jerman Consumer Protection in ASEAN (PROTECT) merupakan sebuah upaya untuk membuka jalan bagi terbitnya diskusi antarpemangku kepentingan untuk arah regulasi ODR ke depan. Terdapat berbagai hal seperti skema kelembagaan, tata kelola, penegakan hukum hingga perbandingan dengan negara lain yang merupakan pertanyaan penting untuk menentukan arah kebijakan ODR yang coba dianalisis oleh tim penulis dalam studi ini. Bertemunya hak pencari keadilan dalam skema ODR, baik yang mewakili konsumen maupun produsen, membutuhkan kerangka kebijakan yang sistematis, terukur dan berbasis bukti; apalagi mengingat batas-batas negara dalam ODR nyaris seperti tidak terlihat. --
- ItemFondasi Tahun Politik: Catatan Kinerja DPR 2012(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2013) Rachmad Maulana Firmansyah; Eryanto Nugroho; Fajri Nursyamsi; Giri Ahmad Taufik; Miftah Farid Hanggawan; Miko Susanto Ginting; Muhammad Faiz Aziz; M. Nur Sholikin; Rizky Argama; Ronald Rofiandri; Siti Maryam Rodja; Amalia Puri HandayaniPusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) secara konsisten menyajikan hasil evaluasi kinerja para wakil rakyat setiap tahun kepada publik. Sejak 2002 PSHK sudah mengkaji kinerja legislasi DPR, sementara itu pada 2003 hasil kajian itu untuk pertama kali diluncurkan. Pengalaman selama satu dekade mengawal proses legislasi di DPR membuat PSHK mengetahui seluk-beluk proses legislasi dan tantangan yang harus dihadapi. Catatan PSHK terhadap kinerja legislasi kali ini diawali dengan membahas capaian kuantitas Prolegnas DPR pada tahun 2012. Capaian kuantitas itu dipaparkan dalam beberapa klasifikasi. Selain itu juga terdapat perbandingan capaian dan target prolegnas selama 3 (tiga tahun) yaitu 2010, 2011, 2012. Capaian kuantitas Prolegnas tahun 2012 kembali menunjukan kegagalan mencapai target yang sudah ditetapkan oleh DPR. Hal itu kembali menunjukan urgensi pembenahan perencanaan legislasi. Selanjutnya, bab kedua membahas mengenai kelembagaan internal DPR dalam kaitannya dengan peraturan internal DPR yang lahir pada 2012. Sepanjang 2012, DPR telah menghasilkan 3 (tiga) peraturan yang merupakan mandat dari UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Keberadaan peraturan internal itu patut diapresiasi namun terobosan yang usung melalui aturan itu harus berhadapan dengan keadaan yang cukup kompleks pada praktiknya. Selain itu juga dibahas mengenai evaluasi laporan kinerja yang masih perlu didorong untuk dilaksanakan oleh seluruh fraksi di DPR. Dinamika relasi antarlembaga selalu menarik untuk diamati dan dianalisis. Setiap tahun PSHK pun selalu melakukan analisis terkait relasi antarlembaga. Pada bab ketiga buku ini mengulas dinamika hubungan DPR sebagai lembaga legislatif dengan lembaga-lembaga pemegang di ranah eksekutif dan dan yudikatif. Salah satu yang cukup menarik untuk dianalisis adalah dinamika relasi DPR dengan Mahkamah Agung pada 2012. PSHK juga menyoroti proses seleksi pejabat publik di DPR. Pada bab keempat, pembaca disuguhkan daftar lengkap seleksi pejabat publik yang berlangsung di DPR selama 2012. DPR melakukan sepuluh kali seleksi pejabat, sedangkan DPR hanya melakukan tujuh kali seleksi pada 2011. Terdapat beberapa hal yang dapat disoroti terkait pelaksanaan seleksi pejabat public atau biasa dikenal dengan istilah Uji Kepatutan dan Kelayakan (fit and proper test) di DPR. Salah satunya adalah mekanisme seleksi pejabat publik yang dinilai masih perlu pembenahan. Pada bab kelima mengupas mengenai politik legislasi. Pembahasan pada bab itu dibuka dengan memaparkan kerangka analisis yang digunakan PSHK. Ada dua kategori besar penilaian yang digunakan, yaitu substansi dan proses. Soal substansi dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu materi muatan serta struktur pengaturan dan kalimat perundang-undangan. Sedangkan dalam hal proses, ada dua hal yang dinilai, yaitu partisipasi publik dan perdebatan. Kemudian pada bagian selanjutnya disuguhkan kajian 10 (sepuluh) undang-undang yang dianalisis oleh PSHK berdasarkan kerangka analisis yang sudah ditentukan. Pada akhir bab, dipaparkan dengan jelas politik legislasi dan dinamikanya di 2012.
- ItemHak Anda dan Pelayanan Publik di Bidang Tanah dan Bangunan(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2002) Bani Pamungkas; Dian Sesrina Jaya; Redynal SaatBuku ini berisi informasi mengenai prosedur yang terkait dengan pelayanan publik di bidang pertanahan dan bangunan. Fokus yang menjadi pembahasan dalam buku ini adalah bagaimana masyarakat mengurus sertifikat tanah dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Berbagai tips yang ada di dalamnya diharapkan membantu masyarakat memahami kerumitan pelayanan publik dan memupus habis praktik korupsi. Daftar Isi berisi: 1. Apakah setiap orang dapat memiliki tanah? 2. Sertifikat sebagai bukti kepemilikan tanah yang kuat 3. Bagaimana cara mendapatkan sertifikat 4. Membangun bangunan rumah tinggal di Jakarta
- ItemHukum dan Pemaknaannya Menurut Pengalaman Kebahasaan Para Penggunanya: Sebuah Pengantar ke Arah 'Kajian Hukum dengan Pendekatan Semiotik'(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2002) Soetandyo WignjosoebrotoAnalisis dari perspektif semiotik merupakan salah satu contoh realisme dalam pemikiran dan analisis hukum, baik pada tataran paradigmatik-teoritik maupun pada tataran produk legislatif dan kasus-kasus di sidang-sidang pengadilan. Analisis-analisis semiotik diprakarsai oleh para realis yang memulai aktivitasnya dalam bentuk gerakan-gerakan sosial politik pembaharuan tatanan sosial dan hukum. Kemudian para realis juga melakukan gerakan yang bersifat akademik dengan melakukan dekonstruksi-rekonstruksi paham dan teori dalam percaturan ilmu hukum. Di Indonesia, sekali pun seruan untuk melakukan reformasi hukum amat kuat dan terlalu sering dikumandangkan, tetapi hasil akhirnya tetap tak terlihat. Sebab upaya perubahan hukum hanya berlangsung sebatas pada norma perundang-undangan positif belaka. Pembaharuan tidak pernah menukik pada upaya dekonstruksi dan rekonstruksi seluruh sistem hukum nasional berdasarkan paradigma-paradigma baru yang nonpositivistik dan nondoktrinal. Pembaharuan hukum yang dikerjakan atas dasar doktrin klasik kaum positivis, pada dasarnya juga beraliran liberal, dimana lebih mengacu pada kepastian hukum undang-undang ketimbang memanfaatkan segala amar putusan hukum untuk kemaslahatan umum. Pembaharuan macam ini tidak akan berhasil mentrasnformasikan konfigurasi dan fungsi hukum yang baru sebagai suatu pranata yang fasilitatif bagi kemaslahatan massa awam.
- ItemJentera Jurnal Hukum Advokat Edisi 19 Tahun V April-Juni 2009(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2009-04-04) Mardjono Reksodiputro; Amir Syamsuddin; Frans Hendra Winarta; Abdul Razak Asri; Agus Sardjono; Asfinawati; Herni Sri Nurbayanti; Andhy Martuaraja; Imam NasimaAdvokat, salah satu pilar penegak hukum, tengah mendapat sorotan luas, khususnya di Indonesia. Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang mengklaim dirinya sebagai organ tunggal profesi advokat diguncang legitimasi keberadaannya. Sejumlah advokat membuat organisasi tandingan bernama Kongres Advokat Indonesia (KAI). Ada banyak isu yang menjadi pemicu konflik antar advokat ini. Terkait dengan pengaturan organisasi, sebagian pihak berpandangan bahwa advokat tidak perlu diatur melalui undang-undang. Pandangan ini bertolak dari argumen yang menyatakan bahwa di antara penegak hukum, advokat digolongkan sebagai unsur swasta. Advokat, dalam perspektif ini, perlu dibiarkan tumbuh dan berkembang alamiah tanpa ada pengaturan. Yang menjadi alasan utama pandangan ini adalah rasa traumatik atas perlakuan negara terhadap advokat semasa kekuasaan Soeharto. Sehingga, pengaturan advokat bakal membuka peluang intervensi penguasa terhadap profesi mulia ini.
- ItemJentera Jurnal Hukum Aturan Main Politik Edisi 16 Tahun IV April-Juni 2007(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2007-04-04) T.A Legowo; Antonio Pradjasto; Eryanto Nugroho; Diman K. Simanjuntak; Permadi; Herni Sri Nurbayanti; Veronica; Abdul Rahman; Hendrianto; Supriyadi Widodo Eddyono; Eddy O.S. Hiariej
- ItemJentera Jurnal Hukum Bahasa Hukum Edisi 1 2002(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2002) Soetandyo Wignyosoebroto; Anom Surya Putra; Rizal Mutansyir; Gregory Churchill; Kurniawan; B. Arief Sidharta; Marsillam Simanjuntak; Irma Hidayana; Agus PriyantoEdisi perdana Jentera ditujukan untuk menyediakan media bagi penelitian, penulisan dan pertukaran ide hukum. Jurnal Jentera ingin memberi substansi dalam pembahasan solusi yang terukur, rasional, ilmiah tapi tidak teoritis. Edisi ini mengangkat tema mengenai bahasa yang merupakan salah satu sarana utama penegakan hukum dan kepastian hukum. Jika ditelisik, sebenarnya kritik yang berkembang atas hukum dan penegakannya berhubungan erat dengan bahasa. Misalnya penggunaan bahasa yang rumit, kalimat yang panjang, struktur gramatikal yang buruk, dan terminologi yang tidak ketat. Akibatnya ketentuan hukum sulit dimengerti masyarakat, bahkan oleh penegak hukum. Kritik lainnya berkenaan dengan penyusunan (drafting) ketentuan hukum yang ditengarai sebagai penyebab timbulnya multitafsir atas ketentuan hukum.
- ItemJentera Jurnal Hukum Lingkungan Edisi 18 Tahun IV Januari - Juni 2008(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2008-01-02) Adriaan Bedner; Maharani Siti Shopia; Gunawan; Dian Abraham; Giri Ahmad Taufik; Bernadinus Steni; E. Fernando M. ManullangDi Indonesia, pengelolaan lingkungan tampaknya menjadi bagian dari tarik-ulur kewenangan antara pusat dan daerah. Desentralisasi poliĀtik yang terjadi sepuluh tahun terakhir tidak serta-merta berimplikasi pada desentralisasi di sektor lingkungan, desentralisasi bukanlah subyek yang dominan dalam UU nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Banyak ketentuan yang masih menguatkan peran pemerintah pusat terhadap pengelolaan lingkungan di daerah. Artikel berikutnya, mengulas sejumlah kelemahan aturan sektor lingkungan. Jumlah aturan sektor ini banyak sekali, dan hal ini menimbulkan sejumlah konsekuensi yuridis seperti tumpang-tindih dan disharmoni. Terjadi juga pelanggaran atau eksploitasi alam oleh korporasi, dan isu lingkungan lainnya seperti krisis energi dan kecelakaan radioaktif yang dapat terjadi pada PLTN.
- ItemJentera Jurnal Hukum Membaca Daniel S. Lev Edisi Khusus(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2008) Robertus Robet; Patra M. Zen; Bambang Widodo Umar; Maria Hartiningsih; Indriaswati Dyah Saptaningrum; Surya Tjandra; August Mellaz; Pipit R. KartawidjajaJentera edisi khusus ini merupakan penghormatan kepada almarhum Daniel S. Lev, Indonesianis yang sangat tajam menganalisis politik maupun sejarah hukum di Indonesia. Pak Dan meninggal karena kanker pada 29 Juli 2006 di Seattle, Amerika Serikat. Untuk mengenang kepergian Pak Dan, diadakan simposium yang mengulas beberapa pemikiran beliau. Edisi ini dibuka dengan cerita Arlene Lev, istri Pak Dan yang narasinya ditulis oleh Herni S. Nurbayanti.
- ItemJentera Jurnal Hukum Peraturan Daerah Edisi 14 Tahun IV Oktober - Desember 2006(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2006-10-10) Syarif Hidayat; P. Agung Pambudhi; Rivandra Royono; Ratno Lukito; Anna Christina Sinaga; Dewi S. Tjakrawinata; Bernadinus SteniPeraturan daerah merupakan jenis aturan dalam hierarki peraturan perundang-undangan kita yang jumlahnya luar biasa dahsyat. Banyak sekali. Departemen dalam negeri sekali pun, saya kira, tidak dapat menentukan secara pasti berapa jumlah peraturan daerah ini sampai sekarang. Maklum semenjak masa desentralisasi awal 2000 lalu, jenis peraturan inilah yang makin mendominasi munculnya aturan di masyarakat daerah. Syarif Hidayat, peneliti pada Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menguraikan dengan sangat menarik soal desentralisasi ini. Lewat tulisannya di awal edisi ini, Syarif Hidayat mengemukakan adanya dua cara pandang berbeda antara kelompok positivis dan relativis dalam melihat desentralisasi.
- ItemJentera Jurnal Hukum Perempuan dan Hukum Edisi 22 Tahun VI Januari - April 2012(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2012-01-01) Agus Pratiwi; Pramudya A. Oktavinanda; Hilda Suherman; M. Farid Hanggawa; Adil Surowidjojo; Fajri NursyamsiKesetaraan dan keadilan gender menuntut perubahan sistem dan struktur patriarki yang tercemin di pemerintahan, parlemen, dan penegak hukum. Berbicara tentang hukum, masih banyak orang yang menganggap bahwa hukum harus bersikap netral untuk memberikan keadilan dalam masyarakat. Akan tetapi, justru hal itu ditentang oleh kaum feminis. Netralitas hukum justru tidak menyentuh pengalaman perempuan secara keseluruhan. Identitas perempuan justru dianggap homogen. Donny Danardono menegaskan sekali lagi bahwa "musuh" baru perempuan adalah melakukan homogenisasi terhadap pengalaman dan identitas individual perempuan (Irianto,2006, 26) Hukum merupakan aspek penting dalam kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Adanya hukum yang nondiskriminatif membuat perempuan terlindungi dan menjadi pertanda diakui sebagai warga negara. Terkait hal tersebut, JENTERA edisi 22 ini membahas perempuan dan hukum.
- ItemJentera Jurnal Hukum Privatisasi Edisi 3 Tahun 2003(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2003-01-01) Eko Prasetyo; Yanuar Nugroho; Revrisond Baswir; A. Patra M. Zen; Uli Parulian Sihombing; Sri Mulyani Indrawati; Asep SaefullahMengapa privatisasi? Bicara privatisasi bukan hanya bicara kontroversi seputar kasus-kasus yang mengemuka belakangan ini seperti kasus Indosat. Pelacakan justru mesti dilakukan sejak awal ide privatisasi muncul. Bagaimana ide ini lahir dari evolusi pemikiran soai negara dan ekonomi hingga menjadi salah satu trend dalam perbaikan ekonomi negara-negara dunia ketiga. Kalau banyak terbitan lain mengupas privatisasi dari aspek hukum maupun politiknya, JENTERA edisi ketiga ini mengajak pembaca untuk mencermati dampak privatisasi bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana masyarakat luas yang tidak punya akses ekonomi, politik, informasi, dan pendidikan terkena dampak jangka panjang dari privatisasi. Tentunya tidak berhenti di situ. Neraca opini dicoba untuk diseimbangkan dengan memberikan warna soal dampak positif privatisasi bagi perekonomian Indonesia. Soalnya memang ideologis hingga hampir bisa dipastikan tidak akan ada jalan tengah, kecuali soal prosedural yang menyangkut kehati-hatian dalam memilih jalan menuju privatisasi.