Harmonisasi Undang-Undang Pengadilan Pajak Terhadap Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Thumbnail Image
Date
2019-08-02
Authors
Muhammad Kahfi Rahmat Sampurno
Muhammad Faiz Aziz
Dyah Ayu Ambarwati
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
STHI Jentera
Abstract
Banding ke Pengadilan Pajak telah menjadi bahan perdebatan setelah pembentukan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) pada 2008. UU KUP memiliki ketentuan syarat formal pengajuan banding yang berbeda dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak (UU PP). Menurut UU PP, setiap orang yang mengajukan banding harus membayar 50% (lima puluh persen) dari piutang pajak terlebih dahulu. Sementara UU KUP menyatakan bahwa pembayaran piutang pajak hanya dilakukan satu bulan setelah putusan pengadilan pajak dikeluarkan. Sejalan dengan Ketentuan Peralihan UU KUP menyatakan bahwa setiap peraturan pajak lainnya harus sejalan dengan UU KUP. Di lain pihak, Keberadaan Ketentuan Peralihan tidak serta merta membatalkan norma yang berada di UU lain. Untuk menjawab permasalahan ini, MA dan Pengadilan Pajak menyatakan bahwa syarat formil banding merupakan diskresi DJP. Melalui putusannya, tidak semua penggugat wajib membayar piutang pajak. Namun, diskresi DJP pada prosedur formal tidak memiliki landasan hukum. Prosedur fomal merupakan fondasi due process of law. Pelanggaran terhadapnya akan berdampak langsung pada pemenuhan akan kepastian hukum sebagaimana dijamin dalam konstitusi. Setiap orang yang mengajukan gugatan baik itu pada Mahkamah Agung maupun Pengadilan Pajak harus mengetahui undang-undang mana yang berlaku sebab putusan akan secara langsung mempengaruhi kekayaan penggugat.
Description
Keywords
Citation