Penyelesaian Konflik Pertanahan dan Pemenuhan Keamanan Bermukim di Kampung Informal Perkotaan dalam Perspektif Reforma Agraria (Studi Kasus Kampung Akuarium, Jakarta Utara)

Thumbnail Image
Date
2020-09-06
Authors
Guntoro
Reny Rawasita Pasaribu
Siti Rakhma Mary Herwati
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
STHI Jentera
Abstract
Salah satu implikasi dari perkembangan kota yang kapitalistik adalah munculnya permukiman dengan tipe penguasaan tanah secara informal. Warga miskin perkotaan yang tidak mampu menjangkau pasar tanah, memanfaatkan dan menggarap tanah-tanah kosong tidak terurus dan mengubahnya menjadi hunian. Seiring berjalan nya waktu, hunian tersebut terus dibiarkan tumbuh semakin banyak dan semakin padat hingga membentuk kawasan permukiman dengan jaringan sosial yang kuat. Jenis permukiman itu yang kemudian dikenal sebagai kampung informal. Warga yang bermukim di kampung informal menghadapi banyak masalah. Umumnya kampung informal memiliki kualitas kesehatan lingkungan yang buruk, infrastruktur yang tidak memadai, dan rendahnya tingkat ekonomi. Namun semua itu hanyalah gejala, yang ditimbulkan dari masalah yang utama yaitu konflik pertanahan. Salah satu kampung informal di DKI Jakarta yang menghadapi konflik pertanahan adalah Kampung Akuarium. Pemprov DKI Jakarta melakukan penggusuran paksa Kampung Akuarium pada 11 April 2016. Warga yang tergusur, sebagian tetap bertahan di lokasi dan terus melakukan perlawanan, salah satunya dengan memanfaatkan politik elektoral di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Anies Baswedan berhasil menjadi Gubernur DKI Jakarta periode tahun 2017 – 2022 menggantikan Basuki Tjahaja Purnama, dengan salah satu janjinya membangun kembali Kampung Akuarium. Penelitian ini, mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor yang membentuk konflik pertanahan di Kampung Akuarium yang terjadi pada tahun 2016 – 2017. Penelitian juga mengidentifikasi dan menganalisa kebijakan-kebijakan Pemprov DKI Jakarta di masa Gubernur Anies Baswedan dalam rangka penyelesaian konflik pertanahan di Kampung Akuarium. Selain identifikasi dan analisa kebijakan-kebijakan, penelitian ini juga akan memeriksa dan menganalisa implementasinya di lapangan dengan menggunakan pendekatan sosiolegal untuk mengkaji faktor penyebab konflik pertanahan dan penyelesaiannya secara yuridis dan empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya konflik pertanahan di Kampung Akuarium adalah ketiadaan peraturan perundang-undangan yang dapat menjadi rujukan bagi legalisasi tanah di kampung informal dan ketiadaan partisipasi warga kampung informal dalam proses perencanaan pembangunan kota. Untuk menyelesaikan konflik pertanahan di Kampung Akuarium, Pemprov DKI Jakarta menerbitkan kebijakan program penataan kampung dan program reforma agraria. Implementasi program penataan kampung telah berhasil membangun hunian sementara di Kampung Akuarium dan telah menetapkan pembangunan hunian permanen dengan Kampung Susun Akuarium. Melalui program reforma agraria, Pemprov DKI Jakarta memutuskan akan memberikan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) bagi koperasi warga Kampung Akuarium di atas sertifikat Hak pengelolaan Lahan (HPL) Pemprov DKI Jakarta. Meskipun keputusan itu tidak mengubah struktur kepemilikan tanah, tapi warga secara legal dapat bertempat tinggal dengan aman dengan kualitas hidup yang lebih baik karena didukung sarana prasarana yang memadai di Kampung Akuarium, setidak-tidaknya selama tiga puluh tahun masa berlakunya HGB.
Description
Keywords
Citation