Jentera: Jurnal Hukum Edisi 10 Tahun III Oktober 2005 Legislasi

Abstract
Sebagai bagian dari fungsi parlemen, legislasi layak untuk mendapatkan perhatian. Di sana sarat dengan pertarungan ideologi atau kepentingan ekonomi maupun politik. Semua sumberdaya dikerahkan partai politik atau pihak-pihak yang berkepentingan untuk dapat memenangkan pertarungan di aras legislasi ini, meski kita tahu legislasi sebenarnya tak sesempit ini. Legislasi menghasilkan hukum dalam arti perundang-undangan. Andang Binawan dalam tulisannya, menguraikan ciri-ciri hakiki hukum, mulai dari ciri relasional hukum yang bermakna ganda: relasi antarmanusia sekaligus menyatukannya. Inilah, menurut Andang, sebagai raison d' etre kenapa hukum itu mutlak diperlukan. Di samping itu, ciri relasional ini, masih menurut Andang, menghasilkan turunan dua ciri selanjutnya: minimal clan kompromis. Sampai di sini, artikulasi pertarungan kepentingan dalam aras legislasi itu terjadi. Tri Ratnawati bersama Robert Endi Jaweng dalam tulisannya menganalisa kemungkinan adanya kepentingan ekonomi­politik tertentu di balik pengesahan undang-undang pemekaran wilayah sejak tahun 1998 hingga 2004. Salah satu contoh yang dikemukakan kedua peneliti ini adalah pemekaran Papua yang diduga untuk memecah suara Golongan Karya oleh Megawati yang berasal dari PDI Perjuangan. Produk legislasi di bidang pemekaran wilayah macam ini, memang mendominasi daftar pengesahan rancangan undang-undang di parlemen. Ratnawati clan Endi Jaweng menyebutnya sebagai 'decentralization boom'. Keduanya membagi pengesahan rancangan-yang tentunya berimplikasi pada pemekaran wilayah-dalam empat tahapan berdasar waktu. Hal semacam ini tentu mengundang pertanyaan tersendiri. Sony Maulana, dosen Ilmu Perundang-Undangan, mengajukan pertanyaan filosofis di awal tulisannya. Sebenarnya anggota dewan kita itu cenderung hanya sebagai agen atau wali amanat? Sebagai agen atau perantara, tulis Sony, anggota dewan hanya perlu persuasi para pendukung mereka yang biasanya memanfaatkan praduga kesukuan, latarbelakang daerah, kesamaan agama. Sedanguntuk jadi wali amanat, anggota dewan perlu berargumentasi berdasar fakta dan logika. Inilah, menurut Sony, yang jadi inti pertarungan kepentingan dalam legislasi. Ada perspektif lain yang ditawarkan Luky Djani untuk melihat 'sehat' tidaknya legislasi. Dia mengamati dari sisi efektivitas-biaya, dengan asumsi bahwa produk legislasi juga dipengaruhi oleh elemen­elemen dalam prosesnya. Tak terkecuali dari sisi biaya. Tulisan Luky ini diteruskan dengan sebuah penelusuran agak mendalam oleh Muhammad Yasin, wartawan situs hukumonline.com. Yasin mengambil contoh dua undang-undang clan satu rancangan yang dalam proses pembahasannya diduga terjadi politik uang atau suap. Yasin juga mengutip antisipasi hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi terhadap undang-undang yang berbau suap. Dalam edisi ini, kami menurunkan dua wawancara tentang kewenangan legislasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yakni dengan I Wayan Sudirta, anggota DPD dari Bali clan Lukman Hakim Saefuddin dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Mereka beradu argumentasi dengan background kepentingan masing-masing. Kami tempatkan wawancara keduanya dalam rubrik 'Forum'. Jentera edisi ini memberikan 'kejutan' bagi para pembaca. Mulai edisi ini, kami menampilkan sebuah rubrik bernama 'Jejak'. Edisi perdana rubrik ini diisi oleh Daniel Hutagalung yang mengulas tentang pemikiran Mr. Soepomo tentang negara Indonesia. Dengan segenap aktivitas dan pemikirannya semasa hidup, Mr. Soepomo, dianggap sebagai arsitek utama perancang Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen. Cirinya fasistik. Daniel Hutagalung dalam tulisannya dengan seabrek penelusuran literatur, menyatakan bahwa memang 'Negara Orde Baru' adalah penjelmaan yang paling 'mendekati' gagasan negara menurut Soepomo. Tak hanya itu. Daniel juga memaparkan sejumlah dislokasi pada diri Soepomo, dan menutupnya dengan konteks kekinian. Kami kira tulisan ini perlu mendapat apresiasi tersendiri. Di rubrik 'Kisi' ada tulisan Rikardo Simarmata, dosen muda yang konsen pada kajian pluralisme hukum. Tulisannya menguraikan ten tang hukum paskabencana di Aceh. Dia tak sekadar memaparkan masalah hukum yang terjadi, namun juga menjelaskan sejarah keragaman adat di Aceh.
Description
Keywords
Citation