Implikasi Hukum Peraturan Daerah Kabupaten Sorong Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi di Kabupaten Sorong terhadap Masyarakat Hukum Adat Moi sebagai Subjek Hukum

Thumbnail Image
Date
2021-08-04
Authors
Khamid Istakhori
Muhammad Faiz Aziz
Fajri Nursyamsi
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
STHI Jentera
Abstract
Pengakuan masyarakat hukum adat termuat dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945; negara mengakui dan menghormati eksistensi dan hak-hak masyarakat hukum adat. Namun, pengakuan tersebut tersebut dibatasi dengan persyaratan: sepanjang masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, dan diatur dalam undang-undang. Selain itu, pengakuan atas masyarakat hukum adat juga ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 (Putusan MK 35) yaitu: (1) hutan adat bukan hutan negara; (2) hutan adat adalah bagian dari wilayah adat atau hak ulayat masyarakat hukum adat; (3) hak masyarakat akan diakui jika keberadaan masyarakat adat itu ditetapkan melalui peraturan daerah. Putusan MK 35 tersebut menegaskan keberlakuan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terkait pengakuan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum melalui peraturan daerah. Namun, dalam pelaksanaannya, masyarakat hukum adat dihadapkan dengan berbagai peraturan yang menghambat proses pengakuan sebagai subjek hukum karena harus memenuhi berbagai persyaratan dan tahapan. Pengakuan bersyarat dan bertahap yang disebabkan oleh kesenjangan pengaturan (regulatory gap) tersebut menimbulkan permasalahan karena proses yang lama dan biaya besar sehingga menghambat pemenuhan hak ulayat untuk menguasai dan mengelola tanah adat, hutan, dan sumber daya alam. Untuk mengatasi permasalahan ini, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan mandat hak desentralisasi kepada pemerintah daerah sehingga memiliki kewenangan konkuren untuk mengatur dan menentukan pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum melalui perda sehingga pemerintah pusat tidak punya kewenangan untuk membuat syarat dan hanya berwenang dalam pengawasan perda.
Description
Keywords
Citation