Book
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Book by Title
Now showing 1 - 20 of 51
Results Per Page
Sort Options
- Item2 Tahun #Reformasidikorupsi dan Keruhnya Ekosistem Hukum Indonesia(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2021-09-30) Antoni Putra; Auditya Firza Saputra; Agil OktaryalTulisan ini mengulas serangkaian fenomena sebagai bahan refleksi dari implikasi langsung maupun tidak langsung dari aksi #ReformasiDikorupsi pada September 2019 silam. Tulisan ini disusun menggunakan studi pustaka, terutama lewat penelusuran media untuk membaca pola-pola yang terjadi. Temuan menunjukkan bahwa aksi penolakan berbagai RUU oleh mahasiswa dan masyarakat sipil pada akhir September tersebut memiliki jejak panjang bagi pemberantasan korupsi serta memburuknya ekosistem hukum Indonesia. Eksekutif, legislatif, dan yudikatif masing-masing memiliki kontribusinya bagi situasi yang terjadi kini. Pembiaran demi pembiaran pemangku kebijakan seperti melanggengkan berbagai praktik penyelenggaraan negara yang buruk dan hal ini tak hanya terjadi di pemerintah, tetapi juga di lembaga perwakilan dan lembaga peradilan. Konsolidasi masyarakat sipil untuk mencegah situasi bertambah buruk menjadi keharusan untuk mencegah eskalasi situasi.
- ItemAdvocacy Paper on Draft of the Omnibus Bill on Job Creation (RUU Cipta Kerja) for Micro, Small and Medium Enterprises(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2022)Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) play a critical role to sustain national economy. In many countries, such as Finland, France, Italy, South Korea and Australia, almost 100% entrepreneurs work in small and medium enterprises with more than 60% labor absorption. In Indonesia, over 64.2 million MSMEs are recorded to contribute 99.9% of the total entrepreneurs with labor absorption of 97%. Indonesia’s SME Sector is considered to be capable of surviving throughout unstable economic conditions. For instance, during the 1998 economic crisis, the growth of the manufacturing and service industry took a halt. In line with the stagnation of growth in these sectors, Loayza and Rigolini (2011) described the role of MSME from the informal sector as the “safety network” because workers who were affected by the termination of employment from the formal sector tend to shift to the informal sector.
- ItemBahan tentang DPR, DPD dan Proses Legislasi(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2016) Reny Rawasita Pasaribu; Eryanto NugrohoBerisi: Glosarium, Alat Kelengkapan DPR, Tentang Fraksi, Sidang dan Rapat di DPR, Bagaimana Undang-undang dibuat, Hak berpartisipasi dalam pembahasan RUU di DPR dan DPD, Hak Keuangan dan Administrasi Anggota DPR, Sejarah DPD, Alat kelengkapan DPD, Panitia Ad Hoc dan lingkup kerjanya, Sidang dan Rapat DPD.
- ItemBantuan Hukum masih Sulit Diakses: Hasil Pemantauan di Lima Provinsi Terkait Pelaksanaan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia , 2014) Chrisbiantoro; M. Nur Sholikin; Satrio WirataruSejak UU Bantuan Hukum disahkan oleh DPR RI, pada 4 Oktober 2011, beragam harapan mulai muncul demi terbangunnya sebuah sistem bantuan hukum yang dapat diakses oleh semua kelompok masyarakat, khususnya kalangan tidak mampu [miskin]. Namun dalam perjalanannya, sistem bantuan hukum baru dapat dijalankan pada kisaran Juli 2013, dengan diawali oleh proses verifikasi dan akreditasi terhadap 593 Organisasi Bantuan Hukum [OBH] yang mendaftar untuk mengakses dana bantuan hukum, kemudian proses itu meloloskan 310 OBH dengan beragam nilai akreditasi, yakni pada kisaran A sampai dengan C. Jumlah 310 tersebut akan berupah lagi, seiring rencana BPHN untuk melakukan verifikasi kembali terhadap OBH yang berada di daerah pelosok. Meski riset ini dilakukan di awal pelaksanaan UU Bantuan Hukum, namun ternyata cukup banyak kendala dan permasalahan, baik pada tataran administratif maupun subtantif. Pertama, adalah kendala verifikasi dan akreditasi, sebagai contoh aspek ini tidak menyentuh faktor integritas kelembagaan OBH. Kedua, kelembagaan dan regulasi, adanya sentralisasi peran yang dijalankan oleh Kementrian Hukum dan HAM melalui BPHN. Ketiga, pengawasan dan evaluasi, sejauh ini hanya menyentuh aspek administratif. Keempat, faktor kesiapan OBH, sejauh ini rata-rata OBH yang lolos verifikasi tidak memiliki persiapan ataupun agenda khusus untuk sosialisasi, dan penyesuaian dengan program bantuan hukum pemerintah. Kelima, adalah tingkat pemahaman terhadap UU Bantuan Hukum sangat rendah, secara khusus jajaran aparat penegak hukum [APH]; kepolisian, kejaksaan bahkan pengadilan, rata-rata tidak mengetahui UU Bantuan hukum, dengan dalih tidak ada sosialisasi, sehingga APH merasa tidak berkewajiban menjalankan UU tersebut. Keenam, sistem reimbursment menyulitkan bagi OBH, hal ini sangat berpengaruh bagi daya serap anggaran. Penelitian ini mendiagnosa ragam persoalan yang muncul di awal-awal pelaksanaan sistem bantuan hukum. Meski beberapa pihak, berpendapat penelitian ini terlampau dini, mengingat pelaksanaan UU Bantuan Hukum baru akan berjalan satu tahun, namun kami meyakini bahwa diagnosa persoalan yang dilakukan sejak awal, akan jauh lebih baik, ketimbang membiarkan masalah yang ada dibiarkan berlarut, yang pada akhirnya menggerogoti kualitas dan akuntabilitas sistem ini. Semangat dari penelitian ini adalah bukan untuk mencari kesalahan dan persoalan dari penerapan sistem bantuan hukum, namun lebih dari itu, penelitian ini merupakan bagian dari kontribusi kami, selaku masyarakat sipil untuk perbaikan sistem bantuan hukum. Di tengah beragam persoalan tersebut, penelitian ini menghadirkan alternatif penguatan bantuan hukum untuk para pencari keadilan, dengan format Criminal Defense Lawyer [CDL]. CDL adalah sebuah sistem yang coba dibangun oleh LBH Jakarta dan Makassar, untuk memperkuat akses bantuan hukum bagi perkara pidana. Sejauh ini, mengacu pada penelitian yang kami lakukan, mekanisme CDL cukup memberi kontribusi yang signifikan bagi pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu yang terjerat perkara pidana. Di Jakarta dan Makassar, sebelum dan setelah CDL, angka perbandingan penanganan kasus cukup signifikan perbedaannya, CDL menunjukan kecenderungan umum peningkatan volume kasus yang mampu ditangani. Selanjutnya, penelitian ini merekomendasikan agar mekanisme seperti CDL dapat dikembangkan bersama-sama antara OBH dan pemerintah, demi penguatan seluruh lini sistem bantuan hukum di Indonesia. --
- ItemBuku Saku Gugatan Sederhana(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2015) Mahkamah Agung Republik Indonesia; Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK); Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Pengadilan (LeIP)Buku saku yang sedang anda baca ini tidak dimaksudkan untuk memberikan suatu pendapat hukum atau dijadikan sebagai dasar hukum suatu perkara, melainkan sebagai bahan bacaan untuk membantu anda memahami tata cara penyelesaian gugatan sederhana.
- ItemCatatan Akhir Tahun 2018 Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2019) Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)Delapan program prioritas pembenahan hukum 2019: Penataan fungsi dan kelembagaan untuk perbaikan kualitas peraturan perundang-undangan; Perumusan ulang perencanaan peraturan perundang-undangan; Monitoring dan evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan; Penyelesaian RUU prioritas dan penting; Penegakan etik dan disiplin anggota parlemen di tahun politik; Penegakan hukum pelaksanaan pemilihan umum; Pengawalan pemilihan pimpinan KPK periode 2019-2023; Reformasi institusi penegak hukum.
- ItemCatatan Kinerja Legislasi DPR 2013 Capaian Menjelang Tahun Politik(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2014) Miko Susanto Ginting; Amalia Puri Handayani; Amira Waworuntu; Fajri NursyamsiBUKU INI MEMUAT POTRET KINERJA LEGISLASI DPR PADA TAHUN 2013. Sebagaimana kita semua mungkin sudah mafhum, tahun 2013 adalah tahun menjelang tahun politik. Ini adalah suatu periode menarik di babak-babak akhir masa jabatan para wakil rakyat. Ini adalah periode di mana wakil rakyat masih punya cukup waktu untuk fokus melaksanakan fungsinya sebelum disibukkan oleh berbagai agenda politik praktis untuk menjaga kursinya masing-masing. Tahun ini merupakan tahun ke-10 bagi kami di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) untuk menuliskan catatan tahunan kami mengenai kinerja legislasi DPR. Upaya ini akan terus kami lakukan dengan niat untuk terus berkontribusi bagi perbaikan lembaga perwakilan di Indonesia. Tentunya, seiring berjalannya waktu, kami juga akan terus berusaha memperbaiki berbagai kekurangan yang ada dalam catatan-catatan yang kami buat. Perlu kita akui bahwa sudah ada perbaikan di sana-sini, di antara setumpukan masalah legislasi yang terus saja berulang. Capaian perbaikan perlu kita lihat sebagai penambah semangat dan rujukan, sementara berbagai masalah yang ada perlu kita lihat sebagai peluang perbaikan. Tahun 2014 ini kita akan menyambut 560 anggota DPR periode 2014—2019. Sekitar 60% wajah baru, dengan 40% penghuni lama. Pastinya masih ada banyak tantangan, tetapi peluang perbaikan bukanlah nihil.
- ItemDigitalisasi dan Akses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2020) Muhammad Faiz Aziz; Estu Dyah Arifianti; Antoni Putra; Eryanto NugrohoIndonesia dengan penduduk 270 juta jiwa (BPS, 2020) merupakan pangsa pasar potensial dalam transaksi ekonomi secara daring (e-commerce). Jumlah transaksi perniagaan secara daring pada 2020 mencapai Rp266,3 triliun di mana terdapat peningkatan sebesar 29,6% dari 2019 (Katadata, 2020). Perniagaan daring ini mayoritas menggunakan uang elektronik dalam transaksinya. Data tersebut pun hanya mencakup data e-commerce, belum mencakup nilai transaksi lainnya seperti pinjaman online. Namun, status literasi digital Indonesia yang masih rendah (Katadata-Kominfo, 2020) dan masih tersendatnya kebijakan untuk merespons dinamika pasar membuat penyelesaian sengketa perniagaan melalui online dispute resolution (ODR) belum menemukan formula penyelesaian yang mumpuni. Membebankan semua sengketa ke lembaga peradilan juga bukanlah pilihan mengingat perkara perdata melalui e-court pada 2019 sebelum pandemi saja bisa mencapai hampir 48 ribu kasus (Laporan Tahunan Mahmahah Agung, 2020). Di tingkat kebijakan, pengaturan mengenai ODR terdapat dalam sejumlah regulasi di antaranya seperti Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE); UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 31/POJK.07/2020 Tentang Penyelenggaraan Layanan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Belum adanya agenda regulasi ini menunjukkan sinyal ketertinggalan kerangka hukum ODR, sehingga membutuhkan kehadiran para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk berada pada halaman yang sama demi efektivitas kebijakan kelak.
- ItemDigitalisasi dan Akses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2021-06) Muhammad Faiz Aziz; Antoni Putra; Estu Dyah Arifianti; Eryanto NugrohoIndonesia dengan penduduk 270 juta jiwa (BPS, 2020) merupakan pangsa pasar potensial dalam transaksi ekonomi secara daring (e-commerce). Jumlah transaksi perniagaan secara daring pada 2020 mencapai Rp266,3 triliun di mana terdapat peningkatan sebesar 29,6% dari 2019 (Katadata, 2020). Perniagaan daring ini mayoritas menggunakan uang elektronik dalam transaksinya. Data tersebut pun hanya mencakup data e-commerce, belum mencakup nilai transaksi lainnya seperti pinjaman online. Namun, status literasi digital Indonesia yang masih rendah (Katadata-Kominfo, 2020) dan masih tersendatnya kebijakan untuk merespons dinamika pasar membuat penyelesaian sengketa perniagaan melalui online dispute resolution (ODR) belum menemukan formula penyelesaian yang mumpuni. Membebankan semua sengketa ke lembaga peradilan juga bukanlah pilihan mengingat perkara perdata melalui e-court pada 2019 sebelum pandemi saja bisa mencapai hampir 48 ribu kasus (Laporan Tahunan Mahmahah Agung, 2020). Di tingkat kebijakan, pengaturan mengenai ODR terdapat dalam sejumlah regulasi di antaranya seperti Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE); UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 31/POJK.07/2020 Tentang Penyelenggaraan Layanan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Belum adanya agenda regulasi ini menunjukkan sinyal ketertinggalan kerangka hukum ODR, sehingga membutuhkan kehadiran para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk berada pada halaman yang sama demi efektivitas kebijakan kelak. Studi Digitalisasi Akses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia yang disusun oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) atas dukungan program ASEAN - Jerman Consumer Protection in ASEAN (PROTECT) merupakan sebuah upaya untuk membuka jalan bagi terbitnya diskusi antarpemangku kepentingan untuk arah regulasi ODR ke depan. Terdapat berbagai hal seperti skema kelembagaan, tata kelola, penegakan hukum hingga perbandingan dengan negara lain yang merupakan pertanyaan penting untuk menentukan arah kebijakan ODR yang coba dianalisis oleh tim penulis dalam studi ini. Bertemunya hak pencari keadilan dalam skema ODR, baik yang mewakili konsumen maupun produsen, membutuhkan kerangka kebijakan yang sistematis, terukur dan berbasis bukti; apalagi mengingat batas-batas negara dalam ODR nyaris seperti tidak terlihat. --
- ItemFondasi Tahun Politik: Catatan Kinerja DPR 2012(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2013) Rachmad Maulana Firmansyah; Eryanto Nugroho; Fajri Nursyamsi; Giri Ahmad Taufik; Miftah Farid Hanggawan; Miko Susanto Ginting; Muhammad Faiz Aziz; M. Nur Sholikin; Rizky Argama; Ronald Rofiandri; Siti Maryam Rodja; Amalia Puri HandayaniPusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) secara konsisten menyajikan hasil evaluasi kinerja para wakil rakyat setiap tahun kepada publik. Sejak 2002 PSHK sudah mengkaji kinerja legislasi DPR, sementara itu pada 2003 hasil kajian itu untuk pertama kali diluncurkan. Pengalaman selama satu dekade mengawal proses legislasi di DPR membuat PSHK mengetahui seluk-beluk proses legislasi dan tantangan yang harus dihadapi. Catatan PSHK terhadap kinerja legislasi kali ini diawali dengan membahas capaian kuantitas Prolegnas DPR pada tahun 2012. Capaian kuantitas itu dipaparkan dalam beberapa klasifikasi. Selain itu juga terdapat perbandingan capaian dan target prolegnas selama 3 (tiga tahun) yaitu 2010, 2011, 2012. Capaian kuantitas Prolegnas tahun 2012 kembali menunjukan kegagalan mencapai target yang sudah ditetapkan oleh DPR. Hal itu kembali menunjukan urgensi pembenahan perencanaan legislasi. Selanjutnya, bab kedua membahas mengenai kelembagaan internal DPR dalam kaitannya dengan peraturan internal DPR yang lahir pada 2012. Sepanjang 2012, DPR telah menghasilkan 3 (tiga) peraturan yang merupakan mandat dari UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Keberadaan peraturan internal itu patut diapresiasi namun terobosan yang usung melalui aturan itu harus berhadapan dengan keadaan yang cukup kompleks pada praktiknya. Selain itu juga dibahas mengenai evaluasi laporan kinerja yang masih perlu didorong untuk dilaksanakan oleh seluruh fraksi di DPR. Dinamika relasi antarlembaga selalu menarik untuk diamati dan dianalisis. Setiap tahun PSHK pun selalu melakukan analisis terkait relasi antarlembaga. Pada bab ketiga buku ini mengulas dinamika hubungan DPR sebagai lembaga legislatif dengan lembaga-lembaga pemegang di ranah eksekutif dan dan yudikatif. Salah satu yang cukup menarik untuk dianalisis adalah dinamika relasi DPR dengan Mahkamah Agung pada 2012. PSHK juga menyoroti proses seleksi pejabat publik di DPR. Pada bab keempat, pembaca disuguhkan daftar lengkap seleksi pejabat publik yang berlangsung di DPR selama 2012. DPR melakukan sepuluh kali seleksi pejabat, sedangkan DPR hanya melakukan tujuh kali seleksi pada 2011. Terdapat beberapa hal yang dapat disoroti terkait pelaksanaan seleksi pejabat public atau biasa dikenal dengan istilah Uji Kepatutan dan Kelayakan (fit and proper test) di DPR. Salah satunya adalah mekanisme seleksi pejabat publik yang dinilai masih perlu pembenahan. Pada bab kelima mengupas mengenai politik legislasi. Pembahasan pada bab itu dibuka dengan memaparkan kerangka analisis yang digunakan PSHK. Ada dua kategori besar penilaian yang digunakan, yaitu substansi dan proses. Soal substansi dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu materi muatan serta struktur pengaturan dan kalimat perundang-undangan. Sedangkan dalam hal proses, ada dua hal yang dinilai, yaitu partisipasi publik dan perdebatan. Kemudian pada bagian selanjutnya disuguhkan kajian 10 (sepuluh) undang-undang yang dianalisis oleh PSHK berdasarkan kerangka analisis yang sudah ditentukan. Pada akhir bab, dipaparkan dengan jelas politik legislasi dan dinamikanya di 2012.
- ItemHak Anda dan Pelayanan Publik di Bidang Tanah dan Bangunan(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2002) Bani Pamungkas; Dian Sesrina Jaya; Redynal SaatBuku ini berisi informasi mengenai prosedur yang terkait dengan pelayanan publik di bidang pertanahan dan bangunan. Fokus yang menjadi pembahasan dalam buku ini adalah bagaimana masyarakat mengurus sertifikat tanah dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Berbagai tips yang ada di dalamnya diharapkan membantu masyarakat memahami kerumitan pelayanan publik dan memupus habis praktik korupsi. Daftar Isi berisi: 1. Apakah setiap orang dapat memiliki tanah? 2. Sertifikat sebagai bukti kepemilikan tanah yang kuat 3. Bagaimana cara mendapatkan sertifikat 4. Membangun bangunan rumah tinggal di Jakarta
- ItemKerangka Hukum dan Tata Lembaga dalam Sektor Perikanan di Indonesia Laporan Final(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2019) Adrian Wells; Adil Surowidjojo; Amrie Hakim; Basuki RahmatIndonesia adalah Negara kepulauan penting yang memiliki keanekaragaman hayati laut yang signifikan secara global dan sangat bergantung pada makanan laut untuk kelangsungan hidup manusia dan perkembangan ekonomi. Namun demikian, sektor perikanan ini dapat dipengaruhi oleh penangkapan ikan yang berlebihan, masalah pengelolaan, dan berbagai tantangan institusi, tata-kelola, maupun ekonomi. Laporan ini bermaksud untuk mengisi kekosongan dalam gambaran situasi Indonesia melalui tinjauan komprehensif tentang kondisi terkini dari unsur hukum dan kelembagaan yang berkaitan dengan perikanan. Untuk keperluan laporan ini, perikanan ditinjau dari dua kelompok kegiatan yaitu perikanan tangkap dan budidaya, namun sebagian besar analisis difokuskan pada yang pertama karena fakta bahwa saat ini terdapat peraturan perundang-undangan yang lebih banyak mengatur penangkapan ikan liar. Dalam hal ruang lingkup, laporan ini menyajikan keadaan saat ini dari kerangka hukum dan tata lembaga yang tercantum dalam undang-undang yang berlaku, regulasi, dan mandat kelembagaan.
- ItemKerangka Hukum dan Tata Lembaga dalam Sektor Perikanan di Indonesia Ringkasan Eksekutif(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2019)Laporan ini bermaksud untuk mengisi kekosongan dalam gambaran situasi Indonesia melalui tinjauan komprehensif tentang kondisi terkini dari unsur hukum dan kelembagaan yang berkaitan dengan perikanan. Dengan melakukan hal tersebut, laporan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan tentunya kemampuan bagi berbagai pihak yang peduli dengan perikanan Indonesia yang berkelanjutan.
- ItemKerangka Hukum Disabilitas di Indonesia: Menuju Indonesia Ramah Disabilitas(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2015) Fajri Nursyamsi; Estu Dyah Arifianti; Muhammad Faiz AzizUndang-Undang tentang Penyandang Cacat tahun 1997 sudah harus direvisi. Pasca keluarnya Convention on the Right of Persons with Disabilities (CRPD) tahun 2006, wacana tentang perubahan pendekatan dari charity based menuju human right based, semakin menguat di Indonesia. Sejak tahun 2012, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) aktif melakukan riset dan advokasi dalam isu disabilitas. Bersama-sama dengan berbagai organisasi lain, kami memandang bahwa perubahan undang-undang tidak hanya penting untuk mendorong pendekatan baru, tapi juga sebagai upaya untuk mewujudkan lingkungan yang mendukung bagi penyandang disabilitas untuk dapat hidup mandiri dan inklusif di tengah masyarakat. PSHK berharap agar buku ini bisa menjadi bagian dari upaya bersama itu. Buku ini berusaha memberikan gambaran awal dalam memahami aspek hukum terkait isu disabilitas di Indonesia.
- ItemKertas Advocacy Kebijakan atas Draf RUU Cipta Kerja Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2022) Estu Dyah Arifianti; Gita Putri Damayana; Rizky Argama; Muhammad Faiz AzizMelalui Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja), pemerintah Indonesia mengklaim akan melakukan pembenahan pengaturan tentang UMKM untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pada 4 Juni 2020, Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama perwakilan pemerintah dan perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah membahas Daftar inventarisasi Masalah (DIM), termasuk yang berkaitan dengan klaster UMKM dalam RUU Cipta Kerja, khususnya mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan UMKM.
- ItemKertas Advokasi Kebijakan atas Draf RUU Cipta Kerja Bidang Riset dan Inovasi(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2020) Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) mengidentifikasi sejumlah permasalahan dalam ekosistem riset di Indonesia, yaitu belum teraturnya data penghitungan belanja penelitian dan pengembangan nasional, belum tersedianya mekanisme pendanaan penelitian yang terpisah dari sistem pengadaan barang dan jasa, tidak adanya lembaga independen yang fokus mengelola dana penelitian, serta rendahnya kemampuan fiskal negara dalam mengalokasikan dana untuk membiayai kegiatan penelitian dan pengembangan. Selain itu, lambannya perkembangan riset di Indonesia dipengaruhi pula oleh faktor dari sisi penyelenggara penelitian, seperti rendahnya kontribusi industri dan swasta dalam pendanaan riset serta tidak adanya mekanisme yang jelas untuk mengukur kinerja lembaga penelitian. Terkait pelaku penelitian dan pengembangan, UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) menyebutkan setidaknya ada lima aktor yang dapat menyelenggarakan kegiatan riset, mulai dari perorangan, kelompok, badan usaha, lembaga pemerintah/swasta, hingga perguruan tinggi. Perihal penyelenggara riset inilah yang ingin ditegaskan perannya oleh Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja). Dalam Bab VII tentang Dukungan Riset dan Inovasi, RUU itu menyebutkan secara eksplisit bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat memiliki peran dalam menyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta inovasi.
- ItemKertas Advokasi Kebijakan atas UU no. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bidang Kelautan dan Perikanan(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2022) Agil Oktaryal; Gita Putri Damayana; Muhammad Faiz Aziz; Rizky ArgamaMelalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), pemerintah mengklaim akan mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan menyelesaikan masalah dalam sektor kelautan dan perikanan. Namun, menurut Koalisi NGO untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL), arah kebijakan tata kelola kelautan dan perikanan Indonesia yang dirumuskan dan ditempuh oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) pada periode 2019-2024 justru berpotensi menimbulkan krisis ekologi, termasuk kerusakan ekosistem laut, dan ketidakadilan sosial. Percepatan investasi yang menjadi tujuan UU Cipta Kerja dikhawatirkan akan mengabaikan aspek pelindungan daya dukung ekosistem serta kepentingan kelompok masyarakat marjinal di sektor kelautan dan perikanan.
- ItemKertas Advokasi Kebijakan atas UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bidang Ketenagakerjaan(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2020) Estu Dyah Arifianti; Nabila; Gita Putri Damayana; Rizky ArgamaKlaster ketenagakerjaan yang diatur dalam bab IV UU Cipta Kerja mengubah empat Undang-Undang, yaitu UU Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI). Beberapa materi dalam UU Cipta Kerja dalam klaster ketenagakerjaan bermasalah dan menyisakan banyak pertanyaan. Materi tersebut antara lain, terkait tenaga kerja asing, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya (outsourcing), waktu kerja, pengupahan, pemutusan hubungan kerja (PHK), serta jaminan sosial ketenagakerjaan dan pesangon.
- ItemKertas Advokasi Kebijakan atas UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bidang Pendidikan(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2020)Dalam draf RUU Cipta Kerja yang diajukan pemerintah pada Februari 2020, terdapat satu bagian tersendiri yang mengubah lima Undang-Undang terkait pendidikan, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan. Sejumlah kalangan menilai, berbagai perubahan itu berpotensi mengubah cara pandang negara dalam mengelola sektor pendidikan, salah satunya membuka peluang penyelenggaraan pendidikan tanpa prinsip nirlaba. Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya tidak dilakukan karena DPR dan pemerintah, pada akhir September 2020, sepakat untuk mengeluarkan materi tentang pendidikan dari draf RUU Cipta Kerja. Namun, setelah diundangkan menjadi Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, materi terkait sektor pendidikan ternyata masih ditemukan dalam Pasal 65 pada Paragraf 12. Pasal itu memungkinkan perizinan pada sektor pendidikan dilakukan melalui mekanisme perizinan berusaha, dan pengaturan lebih lanjut atas ketentuan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah, yang dalam hal ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Dengan adanya ketentuan tersebut, penyelenggaraan pendidikan masuk ke dalam rezim perizinan berusaha bersama sektorsektor lain, seperti kelautan dan perikanan, kehutanan, energi, transportasi, dan pariwisata. Sejumlah kritik menduga pasal tersebut akan membawa sektor pendidikan Indonesia ke arah komersialisasi.
- ItemKertas Advokasi Kebijakan atas UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bidang Sumber Daya Alam(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2022) Antoni Putra; Gita Putri Damayana; Muhammad Faiz Aziz; Rizky ArgamaHarapan pemerintah, UU Cipta Kerja dapat menjadi alat transformasi ekonomi untuk menghindari middle income trap dalam rangka menuju Indonesia Emas sebelum tahun 2045. serta menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi kelima di dunia. Sayangnya, niat baik tersebut tidak tercermin di proses pembentukan dan substansi dalam UU Cipta Kerja. Minimnya partisipasi publik dalam proses pembentukan menjadi salah satu sektor yang mendapat kritik dalam pembentukan. Dari segi substansi, UU Cipta Kerja juga dinilai tidak ramah lingkungan hidup dan mengancam masyarakat marjinal. Berbagai kelonggaran persyaratan lingkungan hidup bagi pelaku usaha dalam UU Cipta Kerja berpotensi menimbulkan efek samping. Misalnya pencemaran lingkungan yang mengancam keselamatan bagi generasi mendatang, seperti tidak terpenuhinya hak atas lingkungan hidup yang baik dan hak untuk mendapat tempat tinggal yang aman. UU Cipta Kerja mengubah metode perizinan usaha dari yang awalnya berbasis izin lingkungan menjadi berbasis risiko dan skala usaha. Untuk bisnis berisiko rendah, perizinan usaha hanya disyaratkan melalui penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB). Bisnis berisiko menengah izinnya ditambah dengan pemenuhan sertifikat standar. Sedangkan yang berisiko tinggi membutuhkan persetujuan dari pemerintah pusat untuk memulai usaha.
- «
- 1 (current)
- 2
- 3
- »