Book
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Book by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 51
Results Per Page
Sort Options
- ItemSemua Harus Terwakili: Studi Mengenai Reposisi MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2000-07) Bivitri Susanti; Aria Suyudi; Bani Pamungkas; Binziad Kadafi; Erni Setyowati; Eryanto Nugroho; Irfan R. Hutagalung; Mustafa Fakhri; Rival G. Ahmad; Sony Maulana SikumbangStudi ini memfokuskan kajiannya pada upaya untuk mereposisi tiga lembaga negara MPR, DPR, dan jabatan presiden dalam UUD 1945 berikut susunan, kewenangan, kekuasaan, sistem pemilihan, dan aspek-aspek lain yang terkait. Ada beberapa isu sentral dalam pembahasan ketiga lembaga tersebut, yang terkait dengan keberadaannya sebagai cabang kekuasaan negara. Pertama, bagaimana kekuasaan dari masing-masing lembaga tersebut serta wewenangnya yang diimplementasikan melalui berbagai prosedur kenagaraan serta elemen-elemen penyelenggaraan kekuasaan tersebut efektif dan dianggap memadai dalam mewujudkan kedaulatan rakyat. Kedua, yaitu masalah-masalah yang terkait dengan pengisian jabatan kekuasaan tersebut. Ketiga, bagaimana relasi antar lembaga-lembaga tersebut dalam penyelenggaraan kekuasaannya. Ketiga isu inilah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam studi ini.
- ItemHak Anda dan Pelayanan Publik di Bidang Tanah dan Bangunan(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2002) Bani Pamungkas; Dian Sesrina Jaya; Redynal SaatBuku ini berisi informasi mengenai prosedur yang terkait dengan pelayanan publik di bidang pertanahan dan bangunan. Fokus yang menjadi pembahasan dalam buku ini adalah bagaimana masyarakat mengurus sertifikat tanah dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Berbagai tips yang ada di dalamnya diharapkan membantu masyarakat memahami kerumitan pelayanan publik dan memupus habis praktik korupsi. Daftar Isi berisi: 1. Apakah setiap orang dapat memiliki tanah? 2. Sertifikat sebagai bukti kepemilikan tanah yang kuat 3. Bagaimana cara mendapatkan sertifikat 4. Membangun bangunan rumah tinggal di Jakarta
- ItemLaporan Kajian Implementasi Pengawasan Perda oleh Pemerintah dan Mahkamah Agung(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2011) M. Nur Sholikin; Ronald Rofiandri; Fajri Nursyamsi; Anfodja Mauli P; Simon Butt; Nicholas C. ParsonPemberian kewenangan membuat perda menunjukkan adanya peluang bagi daerah untuk mengatur wilayahnya sendiri demi memajukan dan memberdayakan daerahnya. Namun hingga kini, masih muncul masalah akibat perda. Berbagai pemberitaan dan laporan menyebutkan adanya perda-perda yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga telah banyak membatalkan perda bidang retribusi dan pajak daerah yang dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Namun begitu, perda menjadi salah satu elemen dasar bagi pelaksanaan desentralisasi. Kewenangan membentuk perda merupakan implementasi dari kemandirian daerah. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme untuk mengawasi pelaksanaan kewenangan daerah dalam membentuk perda. Pengawasan perda diperlukan dalam menjaga kesesuaian peraturan di tingkat lokal dengan peraturan yang berlaku di tingkat nasional. Review juga dipelukan untuk mengontrol agar peraturan yang dibuat tidak melanggar prinsip-prinsip dasar dalam bernegara seperti perlindungan hak asasi manusia. Peraturan perundang-undangan mengatur dua mekanisme review atau pengawasan terhadap peraturan daerah, yaitu executive review dan judicial review. Executive review merupakan kewenangan mengawasi perda yang dimiliki oleh pemerintah (executive power), sementara itu judicial review merupakan kewenangan mengawasi perda yang dimiliki oleh Mahkamah Agung (judicative power). Kedua mekanisme ini dapat berujung pada pembatalan perda. Dalam prakteknya dua mekanisme ini belum dapat berjalan optimal karena dihadapkan pada beberapa permasalahan. Permasalahan dalam lingkup executive review antara lain dipengaruhi oleh regulasi yang mengaturnya. Inkonsistensi antara peraturan di tingkat yang lebih tinggi dengan peraturan di tingkat teknis menyebabkan lemahnya implementasi sistem yang telah dibuat. Seperti pengaturan kewenangan pembatalan, pelibatan pemerintah propinsi dalam mengawasi perda kabupaten/kota, dan koordinasi dan kerjasama antara kementerian yang mempunyai kewenangan terkait perda. Selain regulasi, masalah dalam executive review juga disebabkan oleh inisiatif dari kementerian yang berwenang untuk menjalankan sistem pengawasan secara menyeluruh. Sementara itu, dalam pelaksanaan judicial review permasalahan yang dihadapi antara lain terkait dengan mekanisme yang menyulitkan masyarakat dalam menempuh prosedur untuk mengajukan judicial review perda. Seperti pembatasan waktu pengajuan perda, pembebanan biaya pendaftaran dan penanganan perkara, jangka waktu pemeriksaan dan transparansi dalam pemeriksaan permohonan.
- ItemPenjelasan Hukum tentang Grosse Akte(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2011) Ahmad Fikri Assegaf; Elijana TanzahProyek Restatement ini merupakan upaya untuk menjawab isu ketidakpastian hukum tersebut. Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk mewujudkan suatu gambar yang jelas tentang beberapa konsep penting hukum Indonesia modern. Metode yang digunakan adalah analisis terhadap tiga sumber hukum: peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur yang otoritatif. Tujuan kedua dari proyek ini adalah untuk membangun kembali ‘the legal method’, yaitu sistem penelitian dan diskursus hukum yang riil oleh kalangan universitas, institusi penelitian dan organisasi swadaya masyarakat. Tentunya Restatement ini tidak dimaksudkan sebagai kata terakhir atau tertinggi untuk suatu topik hukum yang dibahas di dalamnya. Namun, Restatement ini bisa memperkaya nuansa hukum Indonesia, terutama karena analisisnya bersandarkan pada putusan pengadilan dan literatur yang berwibawa mulai Indonesia merdeka. Ahli hukum, hakim, dan advokat jelas mempunyai kebebasan untuk menyetujui atau menolak hasil analisis dalam Restatement ini, namun kami berharap supaya Restatement ini bisa mencapai suatu analisis terhadap disiplin hukum tertentu, agar pembahasan tentang topik tersebut mampu menapak suatu tingkatan intelektual yang lebih tinggi. Alasan pemilihan topik grosse akte sebagai salah satu pokok bahasan Restatement adalah terdapatnya kesimpangsiuran terkait grosse akte. Grosse akte mempunyai judul “Demi Ketuhanan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” seperti irah-irah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan eksekutorial, namun masih banyak ditemui dalam putusan pengadilan bahwa suatu grosse akte masih harus diajukan ke pengadilan untuk eksekusinya. Kesimpangsiuran seperti ini penting untuk dikaji lebih mendalam.
- ItemFondasi Tahun Politik: Catatan Kinerja DPR 2012(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2013) Rachmad Maulana Firmansyah; Eryanto Nugroho; Fajri Nursyamsi; Giri Ahmad Taufik; Miftah Farid Hanggawan; Miko Susanto Ginting; Muhammad Faiz Aziz; M. Nur Sholikin; Rizky Argama; Ronald Rofiandri; Siti Maryam Rodja; Amalia Puri HandayaniPusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) secara konsisten menyajikan hasil evaluasi kinerja para wakil rakyat setiap tahun kepada publik. Sejak 2002 PSHK sudah mengkaji kinerja legislasi DPR, sementara itu pada 2003 hasil kajian itu untuk pertama kali diluncurkan. Pengalaman selama satu dekade mengawal proses legislasi di DPR membuat PSHK mengetahui seluk-beluk proses legislasi dan tantangan yang harus dihadapi. Catatan PSHK terhadap kinerja legislasi kali ini diawali dengan membahas capaian kuantitas Prolegnas DPR pada tahun 2012. Capaian kuantitas itu dipaparkan dalam beberapa klasifikasi. Selain itu juga terdapat perbandingan capaian dan target prolegnas selama 3 (tiga tahun) yaitu 2010, 2011, 2012. Capaian kuantitas Prolegnas tahun 2012 kembali menunjukan kegagalan mencapai target yang sudah ditetapkan oleh DPR. Hal itu kembali menunjukan urgensi pembenahan perencanaan legislasi. Selanjutnya, bab kedua membahas mengenai kelembagaan internal DPR dalam kaitannya dengan peraturan internal DPR yang lahir pada 2012. Sepanjang 2012, DPR telah menghasilkan 3 (tiga) peraturan yang merupakan mandat dari UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Keberadaan peraturan internal itu patut diapresiasi namun terobosan yang usung melalui aturan itu harus berhadapan dengan keadaan yang cukup kompleks pada praktiknya. Selain itu juga dibahas mengenai evaluasi laporan kinerja yang masih perlu didorong untuk dilaksanakan oleh seluruh fraksi di DPR. Dinamika relasi antarlembaga selalu menarik untuk diamati dan dianalisis. Setiap tahun PSHK pun selalu melakukan analisis terkait relasi antarlembaga. Pada bab ketiga buku ini mengulas dinamika hubungan DPR sebagai lembaga legislatif dengan lembaga-lembaga pemegang di ranah eksekutif dan dan yudikatif. Salah satu yang cukup menarik untuk dianalisis adalah dinamika relasi DPR dengan Mahkamah Agung pada 2012. PSHK juga menyoroti proses seleksi pejabat publik di DPR. Pada bab keempat, pembaca disuguhkan daftar lengkap seleksi pejabat publik yang berlangsung di DPR selama 2012. DPR melakukan sepuluh kali seleksi pejabat, sedangkan DPR hanya melakukan tujuh kali seleksi pada 2011. Terdapat beberapa hal yang dapat disoroti terkait pelaksanaan seleksi pejabat public atau biasa dikenal dengan istilah Uji Kepatutan dan Kelayakan (fit and proper test) di DPR. Salah satunya adalah mekanisme seleksi pejabat publik yang dinilai masih perlu pembenahan. Pada bab kelima mengupas mengenai politik legislasi. Pembahasan pada bab itu dibuka dengan memaparkan kerangka analisis yang digunakan PSHK. Ada dua kategori besar penilaian yang digunakan, yaitu substansi dan proses. Soal substansi dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu materi muatan serta struktur pengaturan dan kalimat perundang-undangan. Sedangkan dalam hal proses, ada dua hal yang dinilai, yaitu partisipasi publik dan perdebatan. Kemudian pada bagian selanjutnya disuguhkan kajian 10 (sepuluh) undang-undang yang dianalisis oleh PSHK berdasarkan kerangka analisis yang sudah ditentukan. Pada akhir bab, dipaparkan dengan jelas politik legislasi dan dinamikanya di 2012.
- ItemLaporan Baseline Survey Pelayanan Publik Pengadilan: Survey Kepuasan Pengadilan 2013(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2013)Survey kepuasaan pengguna pelayanan publik ini merupakan komponen penting di dalam mewujudkan komitmen Mahkamah Agung (MA) di dalam meningkatkan pelayanan publik pengadilan, sebagai wujud dari suksesnya reformasi birokrasi yang dilakukan oleh MA. Survey kepuasan pengguna pelayanan publik 2013 ini ditujukan sebagai survey pemetaan awal (baseline), terhadap pelayanan publik pengadilan di Indonesia. Oleh karenanya, survey ini selayaknya ditempatkan bukan untuk menghakimi atau mengevaluasi pelayanan publik pengadilan, namun ditujukan untuk melihat titik lemah maupun titik kuat pelayanan publik pengadilan dan juga mengindentifikasi tantangan dan peluang peningkatan pelayanan publik pengadilan yang lebih baik ke depannya.
- ItemLaporan Studi Pemanfaatan dan Kebutuhan Data Statistik Penegakan Hukum sebagai Upaya Penerapan Evidence-based Policy pada Lembaga Penegak Hukum(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2014)Pada 2010 lalu, Pusat Data Peradilan (PDP), sebuah konsorsium lembaga pemerhati peradilan, dengan dukungan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan The Indonesia-Netherlands National Legal Reform Program (NLRP) menerbitkan Buku Statistik Penegakan Hukum Tahun 2007-2008. Data-data statistik yang dihimpun dalam buku statistik tersebut merupakan kompilasi data penegakan hukum dari Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak diterbitkannya Buku Statistik Penegakan Hukum 2007 dan 2008 pada 2010 lalu, belum diketahui bagaimana pengaruh atau dampak penerbitan buku itu dalam mendorong pemanfaatan data statistik oleh lembaga penegakan hukum dalam pengambilan kebijakan yang berbasis evidence dan oleh masyarakat terkait dengan kebutuhan pemanfaatannya. Melalui kegiatan studi ini, tingkat pengaruh buku tersebut bisa diketahui begitupun juga mengenai kebutuhan utama lembaga penegakan hukum dan masyarakat akan data-data ini juga bisa tergambarkan. Laporan ini secara umum terbagi dalam tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan mengenai pentingnya implementasi konsep evidence-based policy dan pemaparan mengenai kerangka hukum kegiatan statistik. Selanjutnya, pada bagian kedua dijelaskan mengenai keberadaan statistik hukum di Indonesia. Bagian ini antara lain berisi mengenai hasil riset literatur dan wawancara yang berhubungan dengan perkembangan statistik hukum. Bagian ketiga berisi mengenai pemanfaatan dan peluang pengelolaan statistik hukum di Indonesia antara lain menjelaskan kondisi pada organisasi aparat penegak hukum untuk melaksanakan kegiatan statistik bidang hukum. Pada bagian keempat, berisi penutup yang memaparkan pendapat dan saran hasil studi ini dalam mengembangan kegiatan statistik hukum di Indonesia.
- ItemBantuan Hukum masih Sulit Diakses: Hasil Pemantauan di Lima Provinsi Terkait Pelaksanaan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia , 2014) Chrisbiantoro; M. Nur Sholikin; Satrio WirataruSejak UU Bantuan Hukum disahkan oleh DPR RI, pada 4 Oktober 2011, beragam harapan mulai muncul demi terbangunnya sebuah sistem bantuan hukum yang dapat diakses oleh semua kelompok masyarakat, khususnya kalangan tidak mampu [miskin]. Namun dalam perjalanannya, sistem bantuan hukum baru dapat dijalankan pada kisaran Juli 2013, dengan diawali oleh proses verifikasi dan akreditasi terhadap 593 Organisasi Bantuan Hukum [OBH] yang mendaftar untuk mengakses dana bantuan hukum, kemudian proses itu meloloskan 310 OBH dengan beragam nilai akreditasi, yakni pada kisaran A sampai dengan C. Jumlah 310 tersebut akan berupah lagi, seiring rencana BPHN untuk melakukan verifikasi kembali terhadap OBH yang berada di daerah pelosok. Meski riset ini dilakukan di awal pelaksanaan UU Bantuan Hukum, namun ternyata cukup banyak kendala dan permasalahan, baik pada tataran administratif maupun subtantif. Pertama, adalah kendala verifikasi dan akreditasi, sebagai contoh aspek ini tidak menyentuh faktor integritas kelembagaan OBH. Kedua, kelembagaan dan regulasi, adanya sentralisasi peran yang dijalankan oleh Kementrian Hukum dan HAM melalui BPHN. Ketiga, pengawasan dan evaluasi, sejauh ini hanya menyentuh aspek administratif. Keempat, faktor kesiapan OBH, sejauh ini rata-rata OBH yang lolos verifikasi tidak memiliki persiapan ataupun agenda khusus untuk sosialisasi, dan penyesuaian dengan program bantuan hukum pemerintah. Kelima, adalah tingkat pemahaman terhadap UU Bantuan Hukum sangat rendah, secara khusus jajaran aparat penegak hukum [APH]; kepolisian, kejaksaan bahkan pengadilan, rata-rata tidak mengetahui UU Bantuan hukum, dengan dalih tidak ada sosialisasi, sehingga APH merasa tidak berkewajiban menjalankan UU tersebut. Keenam, sistem reimbursment menyulitkan bagi OBH, hal ini sangat berpengaruh bagi daya serap anggaran. Penelitian ini mendiagnosa ragam persoalan yang muncul di awal-awal pelaksanaan sistem bantuan hukum. Meski beberapa pihak, berpendapat penelitian ini terlampau dini, mengingat pelaksanaan UU Bantuan Hukum baru akan berjalan satu tahun, namun kami meyakini bahwa diagnosa persoalan yang dilakukan sejak awal, akan jauh lebih baik, ketimbang membiarkan masalah yang ada dibiarkan berlarut, yang pada akhirnya menggerogoti kualitas dan akuntabilitas sistem ini. Semangat dari penelitian ini adalah bukan untuk mencari kesalahan dan persoalan dari penerapan sistem bantuan hukum, namun lebih dari itu, penelitian ini merupakan bagian dari kontribusi kami, selaku masyarakat sipil untuk perbaikan sistem bantuan hukum. Di tengah beragam persoalan tersebut, penelitian ini menghadirkan alternatif penguatan bantuan hukum untuk para pencari keadilan, dengan format Criminal Defense Lawyer [CDL]. CDL adalah sebuah sistem yang coba dibangun oleh LBH Jakarta dan Makassar, untuk memperkuat akses bantuan hukum bagi perkara pidana. Sejauh ini, mengacu pada penelitian yang kami lakukan, mekanisme CDL cukup memberi kontribusi yang signifikan bagi pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu yang terjerat perkara pidana. Di Jakarta dan Makassar, sebelum dan setelah CDL, angka perbandingan penanganan kasus cukup signifikan perbedaannya, CDL menunjukan kecenderungan umum peningkatan volume kasus yang mampu ditangani. Selanjutnya, penelitian ini merekomendasikan agar mekanisme seperti CDL dapat dikembangkan bersama-sama antara OBH dan pemerintah, demi penguatan seluruh lini sistem bantuan hukum di Indonesia. --
- ItemCatatan Kinerja Legislasi DPR 2013 Capaian Menjelang Tahun Politik(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2014) Miko Susanto Ginting; Amalia Puri Handayani; Amira Waworuntu; Fajri NursyamsiBUKU INI MEMUAT POTRET KINERJA LEGISLASI DPR PADA TAHUN 2013. Sebagaimana kita semua mungkin sudah mafhum, tahun 2013 adalah tahun menjelang tahun politik. Ini adalah suatu periode menarik di babak-babak akhir masa jabatan para wakil rakyat. Ini adalah periode di mana wakil rakyat masih punya cukup waktu untuk fokus melaksanakan fungsinya sebelum disibukkan oleh berbagai agenda politik praktis untuk menjaga kursinya masing-masing. Tahun ini merupakan tahun ke-10 bagi kami di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) untuk menuliskan catatan tahunan kami mengenai kinerja legislasi DPR. Upaya ini akan terus kami lakukan dengan niat untuk terus berkontribusi bagi perbaikan lembaga perwakilan di Indonesia. Tentunya, seiring berjalannya waktu, kami juga akan terus berusaha memperbaiki berbagai kekurangan yang ada dalam catatan-catatan yang kami buat. Perlu kita akui bahwa sudah ada perbaikan di sana-sini, di antara setumpukan masalah legislasi yang terus saja berulang. Capaian perbaikan perlu kita lihat sebagai penambah semangat dan rujukan, sementara berbagai masalah yang ada perlu kita lihat sebagai peluang perbaikan. Tahun 2014 ini kita akan menyambut 560 anggota DPR periode 2014—2019. Sekitar 60% wajah baru, dengan 40% penghuni lama. Pastinya masih ada banyak tantangan, tetapi peluang perbaikan bukanlah nihil.
- ItemPenjelasan Hukum (Restatement) tentang Bukti Permulaan yang Cukup(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2014) Chandra M. Hamzah; Gita Putri Damayanan; Giri Ahmad Taufik; Hasril Hertanto
- ItemPenjelasan Hukum (Restatement) tentang Klausula Baku(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2014) Ahmad Fikri Assegaf; Imam Nasima; Miko Susanto Ginting; Eryanto Nugroho; M. Nur SholikinSelain sebagai upaya memberikan penjelasan hukum yang tepat, penyusunan restatement juga dimaksudkan untuk memanfaatkan keterbukaan informasi peraturan perundang-undangan dan putusan hakim di Indonesia. Saat ini, akses terhadap naskah peraturan perundang-undangan maupun putusan hakim lebih terbuka dibandingkan dengan masa sebelum reformasi. Naskah peraturan perundang-undangan baik ketika masih dalam status rancangan maupun setelah disahkan dapat diakses. Walupun dalam hal ini masih memerlukan perbaikan. Begitu juga dengan akses terhadap putusan hakim yang saat ini sudah lebih terbuka. Untuk mengembangkan tradisi baru dalam pengembangan hukum, kegiatan ini juga diarahkan untuk mendorong berbagai pihak yang berkepentingan seperti akademisi, praktisi hukum, aktifis maupun kalangan pembuat kebijakan untuk melakukan proses pengkajian isu-isu hukum tertentu dengan mengacu pada putusan hakim, peraturan perundang-undangan dan pendapat pakar. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dengan didukung oleh Australia Indonesia Partnership/or Justice (AIPJ) kembali menyusun dokumen penjelasan hukum dengan tema klausula baku untuk hukum perdata dan bukti permulaan yang cukup untuk hukum pidana.
- ItemKerangka Hukum Disabilitas di Indonesia: Menuju Indonesia Ramah Disabilitas(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2015) Fajri Nursyamsi; Estu Dyah Arifianti; Muhammad Faiz AzizUndang-Undang tentang Penyandang Cacat tahun 1997 sudah harus direvisi. Pasca keluarnya Convention on the Right of Persons with Disabilities (CRPD) tahun 2006, wacana tentang perubahan pendekatan dari charity based menuju human right based, semakin menguat di Indonesia. Sejak tahun 2012, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) aktif melakukan riset dan advokasi dalam isu disabilitas. Bersama-sama dengan berbagai organisasi lain, kami memandang bahwa perubahan undang-undang tidak hanya penting untuk mendorong pendekatan baru, tapi juga sebagai upaya untuk mewujudkan lingkungan yang mendukung bagi penyandang disabilitas untuk dapat hidup mandiri dan inklusif di tengah masyarakat. PSHK berharap agar buku ini bisa menjadi bagian dari upaya bersama itu. Buku ini berusaha memberikan gambaran awal dalam memahami aspek hukum terkait isu disabilitas di Indonesia.
- ItemLaporan Pemantauan Tahun Kedua Implementasi UU Ormas (UU No. 17 Tahun 2013)(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2015) Koalisi Kebebasan Berserikat (KBB)
- ItemStandardisasi Pengelolaan Perkara Pelanggaran lalu Lintas di Pengadilan Negeri - Laporan Penelitian(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2015) Miko Susanto Ginting; Eryanto Nugroho; Giri Ahmad Taufik; Gita Putri DamayanaPENGELOLAAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS menghadirkan tantangan yang cukup berat dan kompleks bagi Pengadilan. Tantangan tersebut berkisar mulai dari aspek efektivitas prosedural dalam pengelolaan, pemenuhan keadilan bagi para pencari keadilan, hingga pemberian kepuasan pelayanan publik kepada pengguna layanan pengadilan. Perkara pelanggaran lalu lintas sebenarnya adalah perkara sumir, sederhana, dan diproses melalui acara cepat. Namun, pada akhirnya menjadi tantangan karena secara kuantitas perkara pelanggaran lalu lintas menempati posisi teratas dari keseluruhan perkara pidana yang ditangani oleh Pengadilan. Setiap tahun lebih tiga juta perkara pelanggaran lalu lintas diperiksa dan diputus oleh seluruh pengadilan negeri di Indonesia. Besarnya jumlah perkara pelanggaran lalu lintas di pengadilan berarti juga bahwa pada perkara itulah interaksi antara masyarakat dengan pengadilan paling banyak terjadi. Apabila tidak ditopang oleh pengelolaan yang baik, seragam dan efektif, perkara pelanggaran lalu lintas akan tetap menjadi tantangan bagi pengadilan dalam menghadirkan pelayanan publik yang prima bagi masyarakat. Sumber daya pengadilan, mulai dari hakim, panitera, staf, hingga sarana dan prasarana seringkali difokuskan pada penanganan perkara pelanggaran lalu lintas. Meski demikian, tidak jarang banyak keluhan mengenai sarana dan prasarana pengadilan yang tidak memadai, antrian yang panjang, hingga fenomena calo yang berpengaruh pada akuntabilitas dan kepercayaan publik kepada Pengadilan. Kepuasan pengguna layanan persidangan pelanggaran lalu lintas yang berada pada level cukup rendah terkonfirmasi melalui penelitian Baseline Survey: Survei Kepuasan Publik Terhadap Layanan Pengadilan. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia bekerjasama dengan Badan Pengawasan Mahkamah Agung (2013) memotret bahwa hanya 23% dari keseluruhan responden yang menyatakan puas terhadap persidangan pelanggaran lalu lintas. Penelitian dilaksanakan melalui dua tahapan, di mana pada tahap pertama difokuskan untuk memetakan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengelolaan perkara pelanggaran lalu lintas di pengadilan negeri. Kemudian, pada tahap kedua, penelitian mengambil fokus pada perumusan rekomendasi pembenahan dan pengujian terhadap rekomendasi yang dihasilkan tersebut. Kedua tahapan tersebut digali dan dipertajam dengan mengadakan diskusi kelompok terarah, observasi, dan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan pemangku kepentingan, yaitu pengadilan, kepolisian, dan kejaksaan. Penggalian dan penajaman penelitian itu dilakukan di 13 (tiga belas) kota/ kabupaten di seluruh Indonesia. Lokasi penelitian meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Medan, Binjai, Stabat, Surabaya, Malang, Palu, Ternate, Makassar, Maros, Mataram, dan Praya.
- ItemStandardisasi Pengelolaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas di Pengadilan Negeri(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2015) Miko Susanto Ginting; Eryanto Nugroho; Giri Ahmad TaufikPENGELOLAAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS menghadirkan tantangan yang cukup berat dan kompleks bagi Pengadilan. Tantangan tersebut berkisar mulai dari aspek efektivitas prosedural dalam pengelolaan, pemenuhan keadilan bagi para pencari keadilan, hingga pemberian kepuasan pelayanan publik kepada pengguna layanan pengadilan. Perkara pelanggaran lalu lintas sebenarnya adalah perkara sumir, sederhana, dan diproses melalui acara cepat. Namun, pada akhirnya menjadi tantangan karena secara kuantitas perkara pelanggaran lalu lintas menempati posisi teratas dari keseluruhan perkara pidana yang ditangani oleh Pengadilan. Setiap tahun lebih tiga juta perkara pelanggaran lalu lintas diperiksa dan diputus oleh seluruh pengadilan negeri di Indonesia. Besarnya jumlah perkara pelanggaran lalu lintas di pengadilan berarti juga bahwa pada perkara itulah interaksi antara masyarakat dengan pengadilan paling banyak terjadi. Apabila tidak ditopang oleh pengelolaan yang baik, seragam dan efektif, perkara pelanggaran lalu lintas akan tetap menjadi tantangan bagi pengadilan dalam menghadirkan pelayanan publik yang prima bagi masyarakat.
- ItemLaporan Monitoring dan Evaluasi Implementasi Tahun Ketiga Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas)(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2015) Koalisi Kebebasan Berserikat (KBB); Fransisca Fitri; Azhar Nur Fajar Alam; Riza Imaduddin Abdali; Ronald RofiandriLaporan Monitoring dan Evaluasi (monev) periode tahun ketiga 2 Juli 2015 – 1 Juli 2016 implementasi UU Ormas ini merupakan kerja berkesinambungan dari Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB). Kerja monev dimulai sejak tahun pertama implementasi UU Ormas pada 2 Juli 2013 – 1 Juli 2014. Dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi implementasi tahun kedua pada 2 Juli 2014 – 1 Juli 2015. Monev pelaksanaan UU Ormas bertujuan untuk (i) mengetahui dinamika implementasi undang-undang berdasarkan kategori dan kacamata analisis berdasarkan prinsip kebebasan berserikat, (ii) mendokumentasikan berbagai informasi perkembangan terbaru implementasi undang-undang terkait tingkat efektifitasnya maupun kemungkinan memunculkan permasalahan baru. Dengan demikian, kita dapat menangkap jarak (gap) antara maksud pengaturan dan penegakan aturan.
- ItemBuku Saku Gugatan Sederhana(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2015) Mahkamah Agung Republik Indonesia; Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK); Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Pengadilan (LeIP)Buku saku yang sedang anda baca ini tidak dimaksudkan untuk memberikan suatu pendapat hukum atau dijadikan sebagai dasar hukum suatu perkara, melainkan sebagai bahan bacaan untuk membantu anda memahami tata cara penyelesaian gugatan sederhana.
- ItemLaporan Monitoring dan Evaluasi Implementasi Tahun Keempat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas)(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2016) Koalisi Kebebasan Berserikat (KBB); Riza Imaduddin Abdali; Fransisca Fitri; Azhar Nur Fajar Alam; Ronald RofiandriLaporan Monitoring dan Evaluasi (monev) periode tahun keempat 2 Juli 2016 – 1 Juli 2017 implementasi UU Ormas ini merupakan kerja berkesinambungan dari Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB). Kerja monev dimulai sejak tahun pertama implementasi UU Ormas pada 2 Juli 2013 – 1 Juli 2014. Dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi implementasi tahun kedua pada 2 Juli 2014 – 1 Juli 2015 dan tahun ketiga pada 2 Juli 2015 – 1 Juli 2016. Monev pelaksanaan UU Ormas bertujuan untuk (i) mengetahui dinamika implementasi undang-undang berdasarkan kategori dan kacamata analisis berdasarkan prinsip kebebasan berserikat, (ii) mendokumentasikan berbagai informasi perkembangan terbaru implementasi undang-undang terkait tingkat efektifitasnya maupun kemungkinan memunculkan permasalahan baru. Dengan demikian, kita dapat menangkap jarak (gap) antara maksud pengaturan dan penegakan aturan.
- ItemBahan tentang DPR, DPD dan Proses Legislasi(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2016) Reny Rawasita Pasaribu; Eryanto NugrohoBerisi: Glosarium, Alat Kelengkapan DPR, Tentang Fraksi, Sidang dan Rapat di DPR, Bagaimana Undang-undang dibuat, Hak berpartisipasi dalam pembahasan RUU di DPR dan DPD, Hak Keuangan dan Administrasi Anggota DPR, Sejarah DPD, Alat kelengkapan DPD, Panitia Ad Hoc dan lingkup kerjanya, Sidang dan Rapat DPD.
- ItemUnderstanding Policymaking in Indonesia In Search of a Policy Cycle: Study by The Policy Lab (The University of Melbourne) and the Indonesian Centre for Law and Policy Studies (PSHK), for Knowledge Sector Initiative.(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia [PSHK], 2017) Emma Blomkamp; M. Nur Sholikin; Fajri Nursyamsi; Jenny M. Lewis; Tessa ToumbourouEvidence from this study suggests that the steps of the policy cycle - from agenda setting to policy evaluation – do not align with the actual practice of policymaking in Indonesia. Some stages in the policy cycle, such as consultation and evaluation by the state, were not prominent in practice. Meanwhile, activities such as policy analysis, decision making and coordination were not conducted sequentially.
- «
- 1 (current)
- 2
- 3
- »